Bismillah.
Hukum takut kepada pocong, atau bangsa jin dengan segala sebutannya, untuk mengetahuinya, kita pelajari terlebih dahulu macam-macam takut kepada makhluk.
Ada dua macam takut kepada makhluk :
(1) Takut yang berstatus naluri.
Yaitu, takut yang muncul dari tabiat manusia (khouf thabi’i).
(2) Takut yang berstatus kesyirikan.
Yaitu takut yang seharusnya ditujukan kepada Sang Khalik, namun justru ditujukan kepada mahkluk.
Takut yang Berstatus Naluri.
Takut yang seperti ini bagian dari naluri manusia. Semua orang takut kepada segala yang berpotensi menimpakan bahaya yang wajar pada dirinya, baik dari bangsa manusia, jin ataupun hewan. Seperti takut kepada ular berbisa, hewan buas, perampok dll.
Kaitannya dengan takut kepada jin, selama takutnya kepada jin tak lebih seperti takutnya kepada hewan buas, perampok dll, maka tidak mengapa.
Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan hukumnya,
الخوف الطبيعي والجبلي في الأصل مباح
Takut yang sifatnya tabiat, hukum asalnya mubah…
Artinya mubah, berdampak tidak mengundang dosa tidak juga pahala.
Nabi Musa ‘alaihissalam pun pernah merasakan takut jenis ini. Allah ta’ala berfirman,
فَخَرَجَ مِنۡهَا خَآئِفٗا يَتَرَقَّبُۖ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut, waspada (kalau ada yang menyusul atau menangkapnya), dia berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu.” (QS. Al-Qashash : 21)
Saat Allah menunjukkan mukjizat Nabi Musa dihadapan para penyihir Fir’aun, ketika tongkat beliau berubah menjadi ular, melihat kejadian yang tidak wajar itu, Musa merasa ketakutan.
وَأَلۡقِ عَصَاكَۚ فَلَمَّا رَءَاهَا تَهۡتَزُّ كَأَنَّهَا جَآنّٞ وَلَّىٰ مُدۡبِرٗا وَلَمۡ يُعَقِّبۡۚ يَٰمُوسَىٰ لَا تَخَفۡ إِنِّي لَا يَخَافُ لَدَيَّ ٱلۡمُرۡسَلُونَ
Lemparkanlah tongkatmu!” Maka ketika (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah dia berbalik ke belakang tanpa menoleh. ”Wahai Musa! Jangan takut! Sesungguhnya di hadapan-Ku, para rasul tidak perlu takut. (QS. An-Naml :10)
Mengingat takut jenis ini hukumnya mubah, maka padanya berlaku ketentuan perkara mubah, yaitu dapat berubah menjadi haram jika berdampak haram. Bisa juga berubah menjadi makruh jika dampaknya makruh, demikian pula sunah dan wajib jika menjadi sarana inti terwujudnya kedua hukum tersebut.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin melanjutkan,
لكن إن حمل على ترك واجب أو فعل محرم فهو محرم ، وإن استلزم شيئا مباحا كان مباحا
Namun, jika dapat menyebabkan seorang meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan haram, maka takut jenis ini berubah hukumnya menjadi haram. Adapun jika berdampak memunculkan hal yang mubah saja, maka hukumnya mubah. (Majmu ’Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 10/648)
Takut yang Berstatus Kesyirikan.
Ini jenis takut kepada makhluk yang tak wajar. Artinya di luar batasan naluri. Yaitu saat takut seorang kepada mahkluk, seperti ekspresi takutnya kepada Tuhan. Ini bisa menyebabkan pelakunya jatuh dalam kesyirikan.
Dalam kitab Taisir Azizil Hamid (salah satu kita Syarah Kitab at Tauhid karya Syekh Muhammad at Tamimi) diterangkan,
أن يخاف العبد من غير الله تعالى أن يصيبه مكروه بمشيئته وقدرته وإن لم يباشره ، فهذا شرك أكبر ، لأنه اعتقادٌ للنفع والضر في غير الله
Seorang takut kepada selain Allah ta’ala bahwa dia mampu menimpakan balak/mara bahaya dengan kehendak atau kemampuannya sendiri, meski dia tidak mengupayakan balak/bahaya tersebut secara langsung (seorang tidak melakukan sebab datangnya bahaya yang dinilai lumrah secara akal maupun agama, pent). Takut yang seperti ini hukumnya syirik besar. Karena dia telah menyakini ada yang mampu memberi manfaat atau bahaya secara mandiri, selain Allah. (Lihat: Taisir Azizil Hamid, halaman 28)
Artinya dia meyakini, mahkluk yang dia takuti, seperti jin, memiliki kemampuan Tuhan.
Seperti keyakinan bahwa jin mampu menahan hujan, mendatangkan krisis pangan, menahan rizki, mampu mendengar ucapan hati, mengatur lautan, mendatangkan bencana, menjadikan gunung berapi meletus, laut marah, serta keyakinan-keyakinan tak wajar lainnya.
Atau keyakinan bahwa jin bisa membahayakan dirinya dengan sendirinya, tanpa meyakini kehendak Allah dalam hal ini.
Takut yang seperti ini menyebabkan jatuh pada syirik.
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com