Lima Keutamaan Menghafal Al-Quran

Bismillahirrahmanirrahim..

Berjuang akan lebih ringan, saat kita tahu ganjaran di balik langkah juang kita. Menjadi penghafal Al-Qur’an, adalah cita-cita sangat mulia. Dan tak ada sesuatupun yang mulia, kecuali butuh perjuangan besar untuk mendapatkanya. Oleh karenanya, untuk menjadi penghafal Al-Qur’an butuh sabar dan semangat juang yang tak kenal lelah dan menyerah. Perjuangan ini, akan terasa ringan dan lelahnya akan terlupakan, jika kita mengetahui istimewanya menjadi penghafal Al-Qur’an.

Berikut ulasannya :

Pertama, pahala berlimpah.

Allah berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتۡلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ يَرۡجُونَ تِجَٰرَةٗ لَّن تَبُورَ* لِيُوَفِّيَهُمۡ أُجُورَهُمۡ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ غَفُورٞ شَكُورٞ

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi. Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.
(QS. Fathir : 29-30)

Kata Imam Al-Baghowi rahimahullah, makna “perdagangan yang tak akan merugi” adalah,

والمراد من التجارة ما وعد الله من الثواب

pahala yang telah Allah janjikan..
(Tafsir Al Baghowi).

Dan bila kita renungi ayat di atas, ternyata mengandung pesan indah bagi pada penghafal Al-Qur’an. Ayat ini sedang berbicara tentang penghafal Al-Qur’an, yang mengamalkan apa yang dia hafal. Di awal ayat, Allah menyebut “orang-orang yang menghafal Al-Qur’an”. Kemudian kelanjutan ayat, Allah menyebut amalan-amalan istimewa berupa sholat dan infak di jalan Allah. Baru kemudian Allah menjelaskan ganjarannya, yaitu orang-orang seperti inilah yang mengharap perdagangan dengan Allah yang pasti untung, berupa pahala yang melimpah ruah.

Menunjukkan bahwa, penghafal Al-Qur’an yang jujur niatnya mengharap ridho Allah, adalah mereka yang mengamalkan ayat-ayat suci yang mereka hafalkan. Mengumpulkan antara membaca/menghafal Al-Qur’an, dan amal. Senada dengan penjelasan Imam Qurthubi rahimahullah saat menafsirkan ayat di atas,

هذه آية القراء العاملين العالمين الذين يقيمون الصلاة الفرض والنفل ، وكذا في الإنفاق

Ayat ini, adalah ayat yang berbicara tentang orang-orang yang pandai membaca dan menghafal Al-Qur’an, yang mengamalkan dan juga mengilmui. Mereka yang giat melakukan sholat wajib maupun sunah, dan juga dermawan dalam berinfak. (Tafsir Al-Qurtubi)

Kedua, orang terbaik.

Menjadi orang terbaik di mata dunia adalah dambaan banyak orang. Disanjung, dihormati, disegani, dimuliakan dimana-mana.. siapa yang tidak tergiur dengan fasilitas istimewa itu. Oleh karenanya orang rela berjuang maksimal demi meraih kemuliaan ini, melalui ketenaran, kursi jabatan, karir dan sarana lainnya.

Namun sayang, itu bukan kemuliaan hakiki. Mungkin akan berakhir bersama berakhirnya masa jabatan atau ketenaran. Karena, tak ada yang abadi di dunia ini. Bahkan seringkali dunia ini memberikan kebohongan.

Ada satu langkah untuk menjadi manusia terbaik dan anda akan mendapatkan kemuliaan hakiki. Hakiki karena dengan lanhkah ini, anda mulia di mata Allah ‘azza wa jalla dan RasulNya. Apakah itu ?

Biarlah Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang menjawab,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menunjukkan, ada dua syarat untuk menjadi manusia terbaik :

  1. Ta’alllamal Quran : Belajar Al Quran.
  2.  ‘Allamal Quran : Mengajarkan Al Quran

Ketiga, bersama malaikat yang mulia.

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

مثل الذي يقرأ القرآن وهو حافظ له مع السفرة الكرام البررة ومثل الذي يقرأ وهو يتعاهده وهو عليه شديد فله أجران.

“Perumpamaan orang yang membaca Qur’an sementara dia telah menghafalkannya, dia bersama para Malaikat yang mulia (Kirom) lagi baik hati (Baroroh). Dan perumpamaan yang membaca dalam terbata-bata, dia mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Bersama Al Qur’an, selalu kebahagiaan yang kita dapatkan. Mahir membaca dan menghafal Al-Qur’an, bersama malaikat yang mulia. Kurang pandai baca Qur’an, tidak perlu putus asa, anda mendapat dua pahala, pahala berjuang memperbaiki bacaan Qur’an dan pahala membaca Al Qur’an.

Subhanallah.. dua kondisi yang selalu menguntungkan.

Sampai Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah saat ditanya mana yang lebih utama, jihad atau membaca Al Qur’an. Beliau menjawab membaca Al Qur’an lebih utama berdasarkan hadis ini. (Lihat : catatan kaki hal. 14, At-Tibyan)

Keempat, derajat tinggi di surga.

Nabi shalallahu alaihi wa sallam mengabarkan,

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآن اِقْرَأ وَارْتَقِ، وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّل فِيْ الدُنْيَا، فَإِنَّ مَنْزلكَ عِنْدَ آخِر آية

تَقْرَؤُهَا

Di akhirat nanti, dikatakan kepada para penghafal Al-Qur’an, “Bacalah dan naiklah. Bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya tartil saat di dunia. Karena derajatmu di surga tergantung pada ayat terakhir yang engkau baca. (HR. Abu Dawud)

Sampai sebagian ulama, seperti Imam Al Khottobi rahimahullah menyimpulkan dari hadis ini, bahwa derajat surga sejumlah ayat dalam Al-Qur’an. Semakin banyak ayat Qur’an yang dibaca di hari Kiamat kelak, setinggi itu pula derajatnya di Surga. (Lihat : Shohih at Targhib wat Tarhib, 2/165)

Keempat, seperti buah utrujah, manis rasanya wangi aromanya.

Dari Abu Musaa Al-Asy’ari, ia berkata : Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

المؤمن الذي يقرأ القرآن كمثل الأترُجَّة، ريحها طيِّب وطعمها طيِّب. ومثل المؤمن الذي لا يقرأ

القرآن كمثل التمرة، لا ريح لها وطعمها حلو. ومثل المنافق الذي يقرأ القرآن مثل الريحانة،

ريحها طيِّب وطعهما مر. ومثل المنافق الذي لا يقرأ القرآن كمثل الحنظلة، ليس لها ريح

وطعمها مر

Orang mukmin yang membaca Al-Qur’an itu bagaikan buah Utrujah, baunya wangi dan lezat rasanya.

Sedangkan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an, ia seperti tamr (kurma), tidak berbau tetapi manis rasanya.

Adapun orang munafiq yang membaca Al-Qur’an seperti raihan, baunya wangi namun pahit rasanya.

Sedangkan permisalan seorang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an, maka ia seperti buah handhalah, tidak wangi lagi pahit rasanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Mukmin itu seperti Utrujah, buah yang harum aromanya lezat rasanya. Semacam buah jeruk yang kita kenal. Karena orang mukmin, dia jujur kepada Allah dalam menjadi penghafal Al-Qur’an. Al Qur’an bermanfaat pada dirinya, inilah manis. Dan dia dapat menebar manfaat kepada orang lain dengan nasehat, teladan dan dakwahnya, ini aroma harum harum.

Disamping itu, utrujah kulitnya bewarna kuning segar, kulitnya lembut menyejukkan. Sehingga buah ini enak dicium, enak dirasa, menyejukkan pandangan mata dan disentuhpun nyaman. Istimewa dari segala sisi.
Di negeri kita, buah ini sejenis dengan limau. Anda bisa lihat pada gambar ini :

Munafik yang pandai membaca Al Qur’an, Nabi permisalkan dengan buah Raihan. Wangi aromanya tapi rasanya pahit. Seperi ini gambarnya :

Munafik dalam hadis di atas maknanya adalah fasik atau gemar melakukan dosa besar. Dia penghafal Al-Qur’an tapi tidak mengamalkan. Hanya bisa memberi wewangian kepada orang lain berupa nasehat atau bacaan Qur’an yang mengagumkan. Namun, dia melupakan dirinya sendiri, dia biarkan dirinya berasa pahit. Mengajak orang lain untuk taat kepada Allah, melalui Qur’an yang dia hafal, namun dia sendiri tidak peduli dengan taat kepada Allah. Itulah kepahitan, diri mereka pahit, meski mampu menebar wewangian.

(Lihat : catatan kaki hal. 16, At-Tibyan)

Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat munafik.

Kelima, di hari Kiamat akan dipakaikan mahkota dan baju kemuliaan kepadanya dan kedua orangtuanya.

Nabi shalallahu alaihi wasallam mengabarkan,

يجيء القرآن يوم القيامة كالرجل الشاحب يقول لصاحبه : هل تعرفني ؟ أنا الذي كنتُ أُسهر

ليلك وأظمئ هواجرك… ويوضع على رأسه تاج الوقار ، ويُكسى والداه حلَّتين لا تقوم لهما الدنيا

وما فيها ، فيقولان : يا رب أنى لنا هذا ؟ فيقال لهما : بتعليم ولدكما القرآن

Al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu… “

Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya, dan kedua orang tuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya.

Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?”

kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Quran.”

(HR. Thabrani dalam al-Ausath 6/51, dan dishahihkan al-Albani).

Dalam hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من قرأ القرآن وتعلَّم وعمل به أُلبس والداه يوم القيامة تاجاً من نور ضوؤه مثل ضوء الشمس ،

ويكسى والداه حلتين لا تقوم لهما الدنيا فيقولان : بم كسينا هذا ؟ فيقال : بأخذ ولدكما القرآن

Siapa yang menghafal al-Quran, mempelajari dan mengamalkannya, maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari.

Dan kedua orang tuanya akan diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia.

Kemudian kedua orang tuanya bertanya, “Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?”

Lalu disampaikan kepadanya, “Disebabkan anakmu telah mengamalkan al-Quran.”

(HR. Hakim 1/756 dan dihasankan al-Abani).

Anda jujur ingin berbakti kepada kedua orang tua Anda? Anda tulus sayang kepada bapak ibu Anda? Hafalkanlah Al-Qur’an dan amalkanlah…!

Para pembaca yang budiman…

Keutamaan-keutamaan di atas, hanya akan diperoleh oleh para Ahlu Qur’an. Dan seorang disebut Ahlu Qur’an jika terpenuhi dua hal : Menghafal dan mengamalkan.

Syekh Sholih Al Munajid -hafidzohullah-menjelaskan,

وقد قال أكثر العلماء إن المقصود بـ ( صاحب القرآن ) من تحقق فيه أمران : الحفظ ،

والعمل ، وليس مجرد الحفظ بدون عمل ، ولا من يتقن التلاوة بغير حفظ .

Mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud “Shohibul Qur’an” (atau Ahlu Qur’an), adalah yang terpenuhi padanya dua hal : yaitu mampu menghafal Al-Qur’an dan mengamalkan. Jadi bukan hanya menghafal tanpa amal, demikian juga bukan orang yang pandai membaca tapi tidak menghafal.
(https://islamqa.info)

Semoga kita dan anak keturunan kita, dijadikan termasuk barisan para Ahlu Qur’an…

Sekian. Wallahua’lam bis showab.

***

Referensi :
– At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, Dar Ibnu Hazm, tahqiq : Muhammad Al Hajjar. Cetakan keempat.
– Shohih at Targhib wat Tarhib, Maktabah Al-Ma’arif, Riyad, cetakkan pertama.
– Tafsir Al Baghowi
– Tafsir Al Qurthubi


 

Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here