Boleh Kencing Berdiri?

Bismillah

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi etika. Sampai dalam hal yang paling remeh atau kondisi yang di dalamnya sering diabaikan nilai etika, seperti saat buang hajat, itu diajarkan di dalam Islam. Lebih-lebih persoalan yang lebih besar. Bahkan, soal mau kencing berdiri atau tidak, ternyata ada dalilnya di dalam hadis Nabi shalallahu alaihi wa sallam.

Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah memeluk agama yang sempurna nan indah ini.

Ada dua hadis yang berbicara tentang permasalahan ini. Satu hadis menunjukkan boleh, satu lagi condong pada melarang.

Dalil yang menunjukkan bolehnya kencing berdiri, adalah hadis dari sahabat Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu’anh, beliau menceritakan,

أتَى النبيُّ صلَّى الله عليه وسلَّم سباطةَ قومٍ، فبال قائمًا، ثم دعا بماءٍ، فجئتُه بماءٍ، فتوضَّأ.

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum. Lalu beliau buang air seni dengan berdiri ditempat tersebut. Kemudian beliau meminta diambilkan air. Aku bawakan untuk beliau air, lalu beliau berwudhu. ” (HR. Bukhori).

Kemudian hadis lain yang menunjukkan larangan kencing berdiri, yang derajatnya sama shahih, adalah hadis dari Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha Beliau mengatakan,

من حدثكم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بال قائماً فلا تصدقوه

Siapa saja yang mengabarkan kepada kalian bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kencing dengan berdiri, maka jangan percaya.” (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan).

Cara Memahami Dua Hadis di Atas

Sejumlah langkah yang ditempuh para ulama dalam memahami dua hadis di atas. Berikut kami rangkumkan :

Pertama, hadis Aisyah di atas tidak bisa dijadikan dalil secara mutlak untuk larangan kencing sambil berdiri.

Karena Aisyah mengatakan berdasarkan apa yang beliau ketahui ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam berada di dalam rumah. Ini tidak menutup kemungkinan bila beliau shallallahu alaihi wa sallam melakukan yang berbeda di luar rumah. Sehingga hadis ini tidak bisa dijadikan dalil larangan kencing berdiri secara umum.

Kedua, keterangan dari kaidah Ushul Fikih,

أن المثبت مقدم على النافي

“Dalil yang menyatakan adanya perbuatan, lebih didahulukan daripada dalil yang meniadakan.”

Kabar dari sahabat Hudzaifah, menyatakan bahwa Nabi pernah kencing berdiri. Adapun keterangan dari Ibunda Aisyah, meniadakan informasi tersebut. Maka berdasarkan kaidah ini, keterangan dari Hudzaifah, lebih didahulukan daripada hadis Aisyah yang meniadakan.

Sederhananya kita katakan, seseorang yang tidak mengetahui, belum tentu hal yang tidak ketahui itu tidak ada. Tidak menutup kemungkinan, ada pengetahuan lain dari sumber lain, yang tidak dia ketahui, yang menyanggahnya.

Dalam masalah ini, sahabat Hudzaifah memiliki tambahan pengetahuan, yaitu informasi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing berdiri. Sehingga pengetahuan sahabat Hudzaifah dalam hal ini, adalah sanggahan terhadap informasi yang diceritakan Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha, yang tidak mengetahui hal ini. Oleh karenanya, disimpulkan kencing berdiri hukumnya adalah mubah.

Ketiga, mengingat dua hadis ini tampak berlawanan dan sama-sama derajatnya shahih, untuk memahaminya kita gunakan metode penggabungan (al-jam’u), jika ini memungkinkan. Jika tidak maka kita pilih salah satu yang paling kuat (at-tarjih).

Namun ternyata, kedua hadis di atas memungkinkan dikompromikan. Berikut titik komprominya : informasi dari Ibunda Aisyah dipahami sebagai yang sering dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika kencing adalah dengan posisi jongkok. Adapun informasi dari sahabat Hudzaifah adalah perbuatan yang jarang beliau lakukan. Sehingga yang lebih utama dalam buang air kecil dilakukan dengan cara jongkok. Karena posisi ini lebih aman dari tersebarnya najis dan lebih memudahkan menutupi aurat.

Keempat, Nabi melakukan demikian untuk menjelaskan kepada umatnya, bahwa kencing dengan jongkok dan adalah anjuran / sunah, bukan wajib.

Sebagaimana keterangan dari Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah,

والأظهر أنه فعل ذلك لبيان الجواز وكان أكثر أحواله البول عن قعود والله أعلم

“Yang lebih tepat (perihal alasan) beliau melakukan demikian (yakni kencing sambil berdiri), untuk menjelaskan bolehnya kencing sambil berdiri. Dan yang sering beliau lakukan ketika kencing adalah dengan duduk. Wallahua’lam.” (Fathul Bari 1/563).

***

Ditulis di Madinah An-Nabawiyah, saat penulis masih menimba ilmu di Universitas Islam Madinah.


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Prove your humanity: 1   +   8   =