Tidur Saat Khutbah Jumat, Wudhu Batal?
Bismillahirrahmanirrahim…
Tidur adalah salahsatu kondisi yang berpotensi membatalkan wudhu. Sebagaimana ditunjukkan oleh hadis dari sahabat Sofan bin ‘Asal radhiyallahu’anhu berikut,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا أَنْ لا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ إِلا مِنْ جَنَابَةٍ ، وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ
“Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami agar tidak melepaskan khuf (kaos kaki kulit) kami selama tiga hari tiga malam jika kami dalam bepergian kecuali dari janabat. Akan tetapi (kami tidak perlu mencopot khuf) dari buang air besar, kencing dan tidur.” (HR. Tirmizi, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Namun para ulama berbeda pendapat tentang tidur yang seperti apa, ada yang mengatakan :
1. semua bentuk tidur membatalkan wudhu.
2. tidak ada tidur yang membatalkan wudhu.
3. jika tidurnya sambil duduk maka wudhu tidak batal. Namun jika tidurnya tidak dalam posisi duduk, maka wudhu batal.
4. semua tidur dapat membatalkan wudhu, kecuali tidur ringan, baik itu tidur dengan posisi duduk ataupun berdiri.
5. semua tidur yang berat, dapat membatalkan wudhu. Adapun tidur ringan, tidak.
Batasan berat dan ringannya : selama seorang masih dapat merasakan jika ada hadats yang keluar, kentut misalnya, maka tidurnya disebut ringan. Namun jika tidak merasakan sama sekali, maka disebut tidur yang berat.
Pendapat yang kuat -wallahua’lam- adalah pendapat kelima ini. Alasannya adalah karena pendapat ini dapat mengkompromikan seluruh dalil tentang hal ini. Karena selain hadis dari sahabat Sofyan bin ‘Assal di atas, ada hadis lain dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu yang tampak berbeda. Beliau menceritakan,
أن الصَّحابة رضي الله عنهم كانوا ينتظرون العِشاء على عهد رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ حتى تخفِقَ رؤوسهم ثم يُصلُّون ولا يتوضؤون
“Para sahabat Nabi shalallahu alaihi wa sallam pernah menunggu sholat jama’ah isya di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, sampai kepala mereka mematuk-matuk (karena ngantuk). Lalu mereka sholat tanpa mengulang wudhu.” (HR. Muslim)
Hadis ini dimaknai : tidur yang ringan, tidak membatalkan wudhu. Kemudian hadis Sofwan bin ‘Asal dimaknai : tidur yang berat, mengakibatkan wudhu batal.
Diantara ulama yang menguatkan kesimpulan ini adalah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Ulama kontemporer yang memilih pendapat ini di Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah.
Pendapat ini dikuatkan oleh hadis,
العين وِكَاء السَّهِ ، فإذا نامت العينان استطلق الوكاء
“Mata adalah tutupnya dubur. Jika mata tertidur maka tutup dubur akan terlepas.” (HR. Ahmad, dinilai Hasan oleh Syaikh Al Albani)
Berdasarkan pendapat yang kuat ini, wudhu seorang yang tertidur saat khutbah Jum’at bisa batal jika tidurnya berat atau pulas. Yaitu saat ia tidak sadar jika keluar angin kentut dari duburnya, atau bisa menggunakan indikasi pembantu, yaitu saat ia tidak lagi mendengar apa yang disampaikan oleh Khotib.
Wallahua’lam bis showab.
4 Ramadhan 1442 H
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com