Baca artikel sebelumnya : Selamat Datang Ramadhan #1

Ketiga, banyak membaca Al Qur’an.

Sebagaimana kita ketahui, bulan ramadhan adalah bulan Al Qur’an (Syahrul Qur’an). Nabi kita; Muhammad shallallahu ‘ alaihi wa sallam menyimakkan hafalan Quran beliau kepada malaikat Jibril di bulan ramadhan. Ustman bin Affan, ketika ramadhan mengkhatamkan Al Qur’an sekali dalam sehari. Sebagian Salafush Sholih mengkhatamkan dalam tiga hari. Ada pula yang mengkhatamkan dalam seminggu. Mereka membaca Al Qur’an baik ketika shalat maupun di luar shalat.

Qotadah rahimahullah biasa menghatamkan Al Qur’an dalam seminggu. Namun untuk bulan ramadhan, beliau menghatamkannya dalam tiga hari. Saat sepuluh hari terakhir, beliau khatamkan dalam satu malam. Imam Az Zuhri rahimahullah, apabila tiba ramadhan beliau meliburkan rutinitas membaca hadis. Lalu beliau habis waktu untuk membaca Al Qur’an. Inilah Sufyan Ats Tsauri rahimahullah, apabila masuk bulan ramadhan beliau meliburkan ibadah-ibadah lain (yang sunah), kemudian beliau curahkan semua waktu untuk membaca Al Qur’an.

Ibnu Rojab rahimahullah menerangkan,

وإنما ورد النهي عن قراءة القرآن في أقل من ثلاث على المداومة على ذلك ، فأما في الأوقات المفضلة كشهر رمضان خصوصاً الليالي التي يطلب فيها ليلة القدر، أو في الأماكن المفضلة كمكة لمن دخلها من غير أهلها فيستحب الإكثار فيها من تلاوة القرآن اغتناماً للزمان والمكان ، وهو قول أحمد وإسحاق وغيرهما من الأئمة

“Ada riwayat yang menerangkan larangan mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari. Namun pada waktu-waktu mulia seperti bulan ramadhan, lebih-lebih di malam-malam terdapat lailatul qodr, atau di tempat-tempat mulia seperti Mekah; bagi pengunjung yang tidak menetap di sana, dianjurkan untuk memperbanyak bacaan Al Qur’an. Dalam rangka optimalisasi waktu dan tempat yang mulia. Inilah pendapat Ahmad bin Hambal, Ishaq dan para imam lainnya” (Latoiful Ma’arif hal. 171).

***

Keempat, berdzikir seusuai subuh, sampai terbit matahari.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila usai shalat subuh, beliau duduk berdizikir di tempat beliau sholat, sampai terbit matahari. (HR. Muslim)

Kebiasaan ini tentu bertolak belakang dengan kebiasaan sebagian anak muda zaman sekarang. Pagi-pagi menghidupkan mercon, menggangu orang yang lalu lalang, dan mengotori jalan dengan serpihan-serpihan kertas. Disamping itu, menghamburkan harta untuk kesia-siaan. Padahal waktu pagi adalah waktu berkah dan kesempatan meraup pahala yang besar.

Imam Tirmidzi menukilkan sebuah hadis, dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Barangsiapa yang shalat shubuh berjama’ah, lalu berdzikir sampai terbit matahari kemudian shalat dua raka’at, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan ‘umrah, sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidziy no.591 dan dinilai hasan oleh Syaikh Albani)

Rutinitas seperti ini beliau lakukan setiap hari. Terlebih lagi di hari-hari mulia; seperti bulan ramadhan.

***

Kelima, berburu malam Lailatul Qodr.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam dahulu, bila memasuki sepuluh malam terakhir, beliau memberi motivasi para sahabat, dan membangunkan kerabat beliau untuk berburu malam lailatul qodr (yakni dengan beribadah di malam tersebut).

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَه

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya. “ (Bukhari dan Muslim).

Dalam musnad Imam Ahmad, dari sahabat Ubadah bin Shomit, disebutkan,

من قامها ابتغاءها ثم وقعت له غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر

Barangsiapa yang mengerjakan shalat di malam lailatul qadar, dia berharap mendapatkan malam tersebut, lalu ia benar-benar memperolehnya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang.” (Al Hafidh Ibnu Hajar menilai sanad hadis ini shohih berdasarkan syarat Imam Bukhori)

Beberapa riwayat yang menjelaskan, besar harapannya bahwa malam tersebut terjadi pada malam-malam ganjil di sepuluh terakhir bulan ramadhan. Diantaranya persaksian sahabat Ubai bin Ka’ab berikut,

وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِى هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ –

Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa ia adalah malam yang Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam memerintahkan untuk qiyamullail, yaitu malam ke dua puluh tujuh (Ramadhan)”. (HR. Muslim)

Kemudian dalam Shohih Muslim juga disebutkan sebuah riwayat,

رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الْوِتْرِ مِنْهَا

Seseorang bermimpi bahwa lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Aku melihat mimpi kalian bertemu pada sepuluh hari terakhir, maka hendaklah ia mencarinya (lailatul Qadar) pada malam-malam ganjil.” (HR. Muslim)

Lalu doa apakah yang dianjurkan untuk diucapkan saat malam lailatul qodr? Aisyah radhiyallahu’anha, pernah bertanya hal senada kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam,

يا رسول الله إن وافقت ليلة القدر ما أقول؟

” Wahai Rasulullah, bila aku menadapati malam tersebut, doa apakah yang harus aku panjatkan?

” Ucapkan:

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’annii”

(Artinya: Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah hamba.) (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Dinilai shohih oleh Syaikh Albani)

***

Keenam, memperbanyak dzikir dan istighfar.

Hari-hari di bulan ramadhan, adalah hari istimewa. Maka perbanyaklah dzikir, istighfar dan doa. Terlebih di waktu-waktu mustajab seperti berikut:

Saat berbuka. 

Saat-saat berbuka adalah waktu yang mustajab untuk berdoa.

Saat sepertiga malam terakhir.

Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah dalam hadis Qudsi, bahwa Allah ‘azza wa jalla turun (sesuai kebesaran dan keagunganNya) ke langit dunia, di setiap sepertiga malam terakhir. Lalu berfirman,

هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَهُ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الصُّبْحُ

Adakah orang yang meminta, sehigga akan Aku beri, orang yang berdo’a maka Aku kabulkan, dan orang yang memohon ampun maka dosanya Aku ampuni.”

Kemudian pada waktu sahur.

Allah ta’ala berfirman,

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (QS. Adz Dzariyat: 18)

Terakhir, ingatlah selalu sebuah amalan hati yang menjadi penentu diterimanya amalan ibadah di sisi Allah. Yaitu ikhlas. Berapa banyak seorang yang puasa sepanjang siang, namun ia tidak mendapatkan buahnya selain lapar dan dahaga. Dan berapa banyak orang yang menghidupkan malamnya dengan tahajud, namun tidak mendapatkan buahnya kecuali rasa letih dan kantuk saja. Karena Allah yang maha mulia, tidaklah menerima suatu amalan, kecuali yang dilakukan karena ikhlas; hanya mengharap keridhoanNya. Oleh karenanya, dalam wasiat-wasiat Nabi kita dapati pesan mulia,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa dan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. ” (HR. Ibnu Majah)

Wallahua’lam bis showab.

____

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah buletin berbahasa Arab yang berjudul “Haal as Salaf fie Ramadhan“. Diterbitkan oleh : Madar al Wathon, Riyadh.

Kenangan penulis saat dauroh ilmiyah sepuluh hari, di majid Jami’ Ibnu Taimiyah, kota Riyadh.

Ditulis di pagi yang berkah; 26 Sya’ban 1436 H / 13 Juni 2015. Riyadh, Saudi Arabia.

**Pernah dipublikasikan oleh situs Muslim.Or.Id.


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here