Bismillah…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ
مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ، قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
“Hal pertama yang akan dihisab di hari kiamat dari amal seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka sungguh dia beruntung dan selamat. Jika shalatnya buruk, maka sungguh dia celaka dan rugi. Jika ada kekurangan pada shalat wajibnya, Allah Ta’ala berfirman, “Periksalah, apakah hamba-Ku memiliki ibadah sunnah yang bisa menyempurnakan ibadah wajibnya yang kurang?” Demikianlah yang berlaku pada seluruh amal wajibnya.” (HR. Tirmidzi no. 413, An-Nasa’i no. 466, shahih)
Ini diantara wujud kasih sayang Allah, dimana Allah menetapkan ibadah-ibadah sunnah yang fungsinya menyempurnakan kekurangan yang ada pada ibadah-ibadah wajib.
Ada tiga tafsiran para ulama, berkenan maksud ibadah sunnah akan menyempurnakan ibadah wajib, ibadah sunnah yang bagaimana?
[1] ibadah sunnah yang satu kelompok dengan ibadah wajib.
Seperti, kekurangan shalat Isya’ akan disempurnakan oleh shalat sunnah rawatib sebelum (qabliyah) atau setelahnya (ba’diyah). Shalat Shubuh, disempurnakan oleh shalat sunnah Fajar. Shalat Dzuhur, oleh shalat rawatib yang membersamainya. Zakat, disempurnakan oleh sedekah harta yang hukumnya sunnah.
[2] ibadah sunnah yang satu jenis dengan ibadah wajib.
Maksudnya, ibadah sunnah akan berfungsi sebagai penyempurna, hanya untuk ibadah-ibadah yang sejenis. Seperti, kekurangan pada shalat wajib, akan tertutupi oleh semua shalat sunnah yang kita lakukan. Kekurangan pada puasa wajib, akan terbayar dengan semua puasa sunnah yang kita kerjakan. Kekurangan pada zakat, akan terlengkapi oleh semua sedekah sunnah yang kita tunaikan. Demikian seterusnya.
Asal ibadah sunnah itu sejenis dengan ibadah wajib, maka bisa berfungsi sebagai penyempurna untuk ibadah wajib yang sejenis tersebut. Shalat dengan sholat, puasa dengan puasa, zakat dengan sedekah, dst.
[3] semua ibadah sunnah, meski tidak sekelompok atau sejenis, dapat menghapus kekurangan semua Ibadah wajib.
Shalat sunnah dapat berfungsi menyempurnakan kekurangan pahala di puasa wajib. Sedekah-sedekah kita, dapat berfungsi menyempurnakan kekurangan pada shalat wajib kita dan seluruh ibadah wajib kita.
Dari ketiga penafsiran di atas, yang tampaknya paling tepat adalah yang kedua, wallahua’lam bis showab.
Maula Ali Al-Qari rahimahullah, dalam kitab Mirqootul Mafaatih menegaskan,
(هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطُوِّعٍ؟ ) : فِي صَحِيفَتِهِ ، وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِ مِنْهُمْ ، أَيْ: سُنَّةٍ ، أَوْ نَافِلَةٍ ، مِنْ صَلَاةٍ ، عَلَى مَا هُوَ ظَاهِرٌ مِنَ السِّيَاقِ ، قَبْلَ الْفَرْضِ ، أَوْ بَعْدَهُ ، أَوْ مُطْلَقًا “.
Firman Allah ta’ala, “Lihatlah apakah hambaKu memiliki ibadah Sunah?”, Maksudnya di lembaran catatan amalnya, dan Allah lebih mengetahui daripada para malikat pencatat amal itu, adakah penyempurna dari shalat, sebagaimana yang tersebut dalam zahir hadis; baik shalat sunnah rawatib qabliyah (sebelum sholat fardhu) ataupun ba’diyah (setelah sholat fardhu), atau sholat sunah mutlak (yang tak terikat waktu). (Lihat : Mirqootul Mafaatih 3 /379)
Demikian pula dijelaskan oleh Syekh Husain bin Mahmud Az-Zaidani Al-Madzhari rahimahullah, penulis kitab Al-Mafaatih Fi Syarhil Mashoobih,
“ثم يكونُ سائرُ عَمَلِه على ذلك” ؛ يعني كذلك الصوم ، إن تركَ شيئًا من الصيام الواجِب ، يؤخذ بدلَه ما صام من السُّنَّة والنوافل ، وإن ترك شيئًا من الزكاة ، يؤخذ بدلَها ما أعطى من الصدقات
Sabda Nabi, “Demikianlah yang berlaku pada seluruh amal wajibnya.”
Maksudnya adalah, demikian juga puasa, jika seorang meninggalkan suatu penyempurna ibadah puasa wajibnya, maka akan disempurnakan oleh ibadah puasa yang hukumnya sunnah. Demikian pula zakat, jika seorang kurang sempurna menunaikannya, penggantinya akan diambilkan dari sedekah-sedekah sunnah. (Lihat : Al-Mafaatih Fi Syarhil Mashabih, 2/306, dikutip dari islamqa)
Mungkinkah Ibadah Sunnah dapat Menyempurnakan Ibadah Wajib yang Belum mampu Kita Kerjakan?
Disebut penyempurna, manakala dihadapkan dengan suatu yang sudah ada. Menyempurnakan yang sudah kita lakukan. Jika belum ada, belum dilakukan, maka tidak bisa dikatakan penyempurna. Namun, ibadah sunnah itu berdiri sendiri atau menyempurnakan amalan wajib lainnya yang sejenis yang sudah ia kerjakan. Sehingga ibadah sunnah, tidak bisa menyempurnakan ibadah wajib yang belum dikerjakan. Kesimpulan ini didasari hadis Qudsi yang kami sebutkan di atas,
فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ، قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ،
Jika ada kekurangan pada shalat wajibnya, Allah Ta’ala berfirman, “Periksalah, apakah hamba-Ku memiliki ibadah sunnah yang bisa menyempurnakan ibadah wajibnya yang kurang?”
Saat mengungkapkan kekurangan pada ibadah wajib, Nabi menggunakan bentuk kata kerja lampau (fi’il Madhi) “انْتَقَصَ” intaqosho, yang bermakna lampau atau telah terjadi. Artinya telah dilakukan namun masih ada kekurangan, barulah Allah perintahkan malaikatNya untuk melihat adakah amalan sunah yang bisa dijadikan penyempurna.
Semoga mencerahkan, wallahua’lam bis showab.
Kala gerimis mengguyur Jogja di malam hari, 10 Jumadil Awal 1441 H
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com