Zakat Fitri atau Zakat Fitrah?
Bismillahirrahmanirrahim….
Di negeri kita zakat ini sering disebut zakat fitrah. Namun di hadis-hadis Nabi biasa disebut zakat fitri. Seperti dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berikut,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.”
Demikian pula di dalam kitab-kitab fikih dan kajian-kajian para ulama sering disebut zakat fitri atau shodaqoh fitri.
Kedua nama ini sama benarnya. Disebut zakat fitri boleh, atau zakat fitrah juga boleh. Hanya saja nama zakat fitri keunggulannya lebih populer tersebut dalam hadis-hadis dan bahasan para ulama.
Para ulama mengatakan,
لا مشاحة فى الاصطلاح
“Tidak perlu berselisih dalam hal perbedaan istilah.”
Maknanya adalah :
لا ينبغي أن يمنع أحدٌ أحدًا أن يستعمل اصطلاحا معينا في معنى معين، إذا بين مراده بهذا الاصطلاح،
“Tak sepatutnya seorang melarang orang lain menggunakan istilah tertentu untuk memberi makna sesuatu, jika maknanya telah jelas dengan istilah tersebut”. (Al-I’lam Al-Jadid, hal. 23, Dr. Ridho Amin)
Apa Makna Zakat Fitri dan Zakat Fitrah?
Secara bahasa adalah الطهارة و النماء “suci dan tumbuh”.
(An-Nihayah karya Ibnul Atsir 2/307, Lisanul Arob karya Ibnul Mandzur 14/358, dikutip dari Mausu’ah Al-fiqhiyyah Durar As-Saniyyah)
Adapun secara istilah, zakat adalah :
التعبُّدُ لله تعالى، بإخراجِ جُزءٍ واجبٍ شرعًا، في مالٍ معيَّنٍ، لطائفةٍ أو جهةٍ مخصوصةٍ
“Beribadah kepada Allah ta’ala, dengan cara mengeluarkan suatu kadar yang diwajibkan oleh syariat pada harta untuk orang-orang tertentu.” (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 18/11)
- Baca juga : Zakat Fitrah di Perantauan atau Di Tempat Asal?
Kemudian makna fitri dan fitrah.
Fitri adalah bentuk masdar dari kata أفطر – يفطر – إفطارا, artinya adalah kembali makan. Zakat ini dinisbatkan kepada kata fitri (الفطر) karena untuk menerangkan sebab wajibnya zakat ini adalah berakhirnya puasa ramadhan dan tibanya fitri, yaitu hari raya idul fitri. Idul Fitri sendiri artinya : ‘id (kembali), al-fitri (berbuka).
Adapun Fitroh (الفطرة), maknanya al-khilqoh : naluri, karakter, pembawaan. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala,
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah (naluri) yang Allah jadikan sebab menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS. Ar-Rum : 30)
Jika kita maknai, maka zakat fitrah ini sama dengan tujuan utama zakat fitri, yaitu mensucikan badan. Sebagaimana diterangkan dalam hadis Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ، أَوْ عَبْدٍ، أَوْ رَجُلٍ، أَوِ امْرَأَةٍ، صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri karena telah berakhir Ramadhan, atas setiap jiwa kaum muslimin, orang merdeka atau budak, laki-laki atau wanita, kecil atau besar, sebanyak satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Baca juga : Bolehkah Memberikan Zakat Diam-Diam?
—
Referensi :
- Majmu’ Fatawa War Rosa-il As-Syaikh Muhammad bin Sholih al- ‘Utsaimin, disusun oleh Fahd bin Nashir As-Sulaiman, penerbit : Dar Ats-Tsuroyya th. 1423 H / 2003 M. Cet. Ke 1.
- Zakatul Fitri wa Ma Yata’allaqu Biha Min Ahkaam, karya Abdu Robbis Sholihin, diterbitkan oleh : Syabakah Al-Alukah
- Al-I’lam Al-Jadid, karya Dr. Ridho Amin (dekan fakultas sastra Arab, Universitas Kerajaan Bahrain), penerbit : Darul Fajr Kairo – Mesir.
Masjid Tijanul Islam, Tanjung Telang, Prabumulih, 29 Ramadhan 1442 H
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com