Menggabung Puasa Dawud dengan Puasa Asyura?

Bismillah….

Puasa Dawud adalah puasa sunah sehari puasa sehari tidak. Bagaimana jika saat seorang berada di hari tidak puasa dalam siklus puasa dawudnya, bertepatan dengan puasa Asyura? Apakah lebih baik dia tetap tidak puasa atau puasa?

Mari kita kaji di tulisan ini….

Puasa Dawud, tergolong puasa sunah yang paling afdol. Dalilnya adalah hadis dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

صُم من الشَّهر ثلاثةَ أيام

“Puasalah tiga hari dalam sebulan.”

“Aku sungguh mampu melakukan puasa lebih banyak dari itu.” Kata Abdullah bin Amr.

Nabi melanjutkan,

صُم يومًا وأفطِر يومًا؛ فذلك صيام داودَ، وهو أفضل الصيام

“Puasalah sehari berbukalah sehari, itu adalah puasa yang paling afdol.”

Abdullah bin Amr kembali menanggapi, “Aku mampu lebih dari itu ya Rasulullah.”

لا أفضلَ من ذلك

“Tak ada puasa (sunah) yang lebih afdol dari itu.” Jawab Nabi shalallahu alaihi wa sallam.

Kesimpulan bahwa puasa Dawud adalah puasa sunah paling afdol, disimpulkan senada oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah,

أحبُّ الصيام إلى الله صيام داودَ”، قال: “يقتضي ثبوتَ الأفضليَّة مطلقًا

“Puasa Dawud adalah puasa yang paling dicintai Allah,” Ibnu Hajar menyatakan, “Ini menunjukkan puasa Dawud adalah puasa yang paling utama dari seluruh puasa sunah.”

Menggabung Puasa Dawud dengan Asyuro?

Mengingat utamanya puasa Dawud, sebagian ulama berpendapat bila puasa Dawud bertepatan dengan puasa Asyura maka puasa Dawud didahulukan dari puasa tersebut. Artinya tidak perlu melakukan puasa-puasa tersebut meski bertepatan dengan siklus hari tidak puasa Dawud, cukup dengan puasa Dawud, karena puasa Dawud sudah merupakan puasa yang paling afdol.

Sebagian ulama yang lain berpendapat, tidak mengapa puasa Asyura meskipun sudah rutin puasa Dawud. Dan itu tidak membatalkan puasa Daud.

Imam Zakariya Al- Anshori rahimahullah menjelaskan,

ولو صادف يومُ فطره (يعني الشَّخص الذي يصوم يومًا ويفطر يومًا) ما يُسَنُّ صومُه؛ كعرفة وعاشوراء، فالأفضل صومُه، ولا يكون صومُه مانعًا من فضل صومِ يومٍ وفطْر يوم

“Kalau seandainya hari tidak puasanya dari siklus puasa Dawud, bertemu dengan puasa sunah lainnya seperti puasa Arofah, puasa Asyura, maka yang lebih afdol melakukan puasa-puasa sunah tersebut. Dan hal ini tidak menjadi penghalang seorang mendapatkan keutamaan puasa Dawud.”

Ini pendapat yang lebih tepat insyaallah. Jadi misal seorang punya kebiasaan puasa Dawud, kemudian hari tibanya puasa Asyura bertepatan dengan hari tidak puasanya, maka tetap dianjurkan puasa Asyura.

Alasannya adalah :

Berdasarkan dalil tentang keutamaan puasa Dawud dan keterangan para ulama tentang masalah menggabungkan puasa Dawud dengan puasa-puasa di hari yang memiliki keistimewaan khusus (seperti Asyura dan Arafah), kesimpulannya dapat dibagi menjadi dua rincian ini :

Pertama, menambah puasa sunah yang dapat merubah ciri khas/tatanan puasa Dawud secara terus-menerus. Seperti menambah puasa Dawud dengan puasa Senin dan Kamis atau puasa Ayyamul Bidh.

Maka puasa Dawud sudah mencukupi, tidak perlu lagi menambah dengan puasa sunah Senin Kamis atau Ayyamul Bidh. Karena kalau ditambah dengan puasa itu, tatanan puasa Dawud yang sehari puasa sehari tidak, menjadi hilang.

Dasarnya adalah keumuman Sabda Karena Nabi shalallahu alaihi wa sallam tentang puasa Dawud,

لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ

“Tidak ada puasa sunah yang lebih afdol dari puasa Dawud.”

Hadis ini dalil bahwa puasa Dawud secara mutlak adalah puasa sunah yang paling afdol. Sehingga segala puasa sunah selain puasa Dawud saat disandingkan dengan puasa Dawud statusnya menjadi puasa yang mafdul. Afdhol itu ungkapan hiperbol artinya paling utama, sementara mafdul adalah kebalikannya yaitu, kurang afdol. Sementara semua memaklumi bahwa sesuatu yang derajatnya mafdhul tidak boleh ‘merusak’ isi/ciri khas dari sesuatu yang afdol.

Kedua, menambah puasa sunah yang dapat merubah ciri khas/tatanan puasa Dawud secara terus-menerus Seperti menyisipkan puasa Asyura dan puasa Arafah.

Maka hukumnya boleh.

Karena tidak merubah tatanan puasa Dawud secara terus-menerus. Karena puasa seperti itu sangat jarang dalam satu tahun. Sesuatu yang jarang, tidak dinilai keberadaannya, sebagaimana diterangkan dalam kaidah fikih,

النادر لا حكم له

“Suatu yang jarang, tidak memiliki hukum.”

Wallahua’lam bis showab.

Referensi :

@Diselesaikan di : Pondok Pesantren Hamalatul Quran, Jogja tercinta, 10 Muharram 1442 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here