Dilarang Memakai Masker Saat Sholat?

Bismillah…

Di sebuah masjid yang pernah kami singgahi, terpampang sejumlah peraturan protokol kesehatan shalat berjamaah di masa Pandemi. Satu diantaranya benar-benar mencuri perhatian kami. Hingga menjadi inspirasi kami menuangkannya dalam tulisan ini. Peraturan itu berbunyi, “Wajib membawa sajadah dan masker saat shalat, dengan catatan : saat shalat masker harap dibuka diturunkan ke leher.”

Kalau dilihat dari aspek kesehatan, aturan ini tidak efektif mencegah virus Covid secara maksimal. Karena justru saat sholat sangat dibutuhkan masker. Karena saat sujud hidung dan cairan mulut bersentuhan dengan lantai.

Lalu bagaimana dalam pandangan syariat. Apa benar shalat tidak boleh pakai masker? Mari kita temukan jawabannya di sini :

Ada bahasan semisal dalam kitab-kitab ulama. Yaitu hukum mengenakan cadar saat sholat bagi wanita.

Imam Al-Buhuti dalam Kassyaf Al-Qona’ menjelaskan,

ويكره أن تصلي في نقاب وبرقع بلا حاجة.

Makruh bagi wanita, untuk sholat memakai niqob (cadar) dan burqo’ tanpa kebutuhan. (Dikutip dari : islamweb.net)

Al – Kholil (salah seorang ulama senior dalam Mazhab Maliki) dalam Al – Majmu’, juga menerangkan senanda. Beliau menggolongkan diantara hal-hal yang dimakruhkan saat sholat adalah, memakai niqob atau cadar. (Lihat: Jauharul Iklil Syarah Mukhtashor Al – Kholil 1/60).

Lebih spesifik lagi, Al Khatthabi dalam kitab Ma’alim As Sunan 1/179, berkata : “Menutup mulut dengan ujung imamah adalah budaya orang orang badui, maka mereka dilrang dari melakukan hal itu ketika sedang mendirikan sholat. Namun bila ia menguap, maka ia boleh menutup mulutnya dengan baju atau tangannya, karena ada hadits yang menganjurkan hal itu.”
(Ibnu Al Atsir (An Nihayah fi Gharib Al Hadits 3/701)*

Imam An Nawawi bekata, “Wanita dan banci dalam hukum ini sama dengan pria. Dan makruh dalam masalah ini adalah makruh tanzihiyah (tidak sampai derajat haram), tidak menghalangi keabsahan shalat, wallahu a’alam (Al Majmu’ Syarah Al Muhazzab 3/179)*

Paparan para ulama di atas, jelas menunjukkan bahwa hukum mengenakan cadar, nikob atau penutup wajah jenis lainnya seperti masker, adalah makruh.

Setelah kita tahu seperti ini hukumnya makruh, ada sebuah kaidah yang berlaku dalam hukum makruh yaitu : Suatu yang dihukumi makruh, dapat berubah menjadi mubah (boleh), jika dibutuhkan.

Sebagaimana diterangkan dalam Manzumah Ushul Fiqh (susunan bait syair tentang ilmu Ushul Fiqh) karya Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah,

وكلُّ ممنوعٍ فللضرورةِ***يباحُ والمكروهُ عند الحاجةِ

Segala yang haram, menjadi mubah saat kondisi darurat.
Adapun makruh, menjadi mubah saat kondisi dibutuhkan (hajat)..

Kita coba sederhanakan :

Memakai masker hukumnya makruh -> Sesuatu yang makruh berubah menjadi boleh/mubah : saat dibutuhkan -> Upaya mencegah tersebarnya virus Corona adalah kebutuhan -> Menunjukkan bahwa memakai masker saat sholat di masa pandemi : hukumnya boleh/mubah.

Kesimpulan ini pula yang dipahami oleh para ulama. Diantaranya fatwa di bawah ini :

Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin berkata, “Mengenakan penutup muka (masker) ketika sedang sholat hukumnya makruh. Sedang mengenakan penutup muka di luar shalat mengundang kecurigaan. Akan tetapi bila ada alasan, semisal ORANG YANG SEDANG FLU sehingga ia perlu untuk mengenakan penutup muka (masker), maka tidak mengapa, karena ia mendapat keringanan (uzur). Demikian pula bila ia menderita ALERGI sehingga ia terpengaruh oleh hawa dingin atau debu atau angin, sehingga ia mengenakan masker untuk menghindari pengaruh hal hal tersebut, makai a mengenakan masker karena suatu keperluan (alasan) dan itu tidak mempengaruhi ibadah shalatnya.” (https://binothaimeen.net/content/11241)

Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad berkata, “Hadits ini melarang orang yang sedang shalat dari menutup mulutnya, sehingga sepatutnya orang yang shalat membuka wajahnya. Sedangkan bila ia menutupnya karena ADANYA SUATU KEPERLUAN ATAU ADA SUATU HAL YANG MENGHARUSKANNYA untuk menutup wajah, maka itu tidak mengapa. Adapun menutup wajah tanpa ada alasan, maka hal itu telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Syarah Sunan Abu Dawud oleh Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad 4/168, nukilan via Al Maktabah As Syamilah)*

__

Yang bertanda (*) kami kutip dari tulisan Dr. Muhammad Arifin Badri hafidzohullah, di Facebook beliau, tertanggal 19 November 2020.

Pagi yang sejuk, setelah Jogja diguyur hujan, Ponpes Hamalatul Quran, 20 Rabius Tsani 1442 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here