Cuma Nanya Dukun, Tidak Diterima Shalat Selama 40 Hari!
Bismillahirrahmanirrahim…
Hukuman bagi penanya dukun, telah dijelaskan tegas oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
مَنْ أتى عَرَّافًا فَسَأَلهُ عَنْ شَئٍ لم تقْبَل لَهُ صَلاةُ أربعينَ ليلةً
“Siapa yang menemui dukun lantas menanyainya, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim)
Dzahir hadis di atas menunjukkan bahwa sekedar bertanya, maka shalat selama empat puluh hari tidak diterima. Namun tidak semua perbuatan bertanya kepada dukun mendapatkan hukuman yang sama seperti ini. Ada empat jenis bertanya kepada dukun (dan yang sejenis; penyihir / peramal) :
1. Hanya sekedar bertanya.
Ini hukumnya haram. Berdasarkan sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang tersebut di atas. Dijelaskannya hukuman untuk orang yang bertanya kepada dukun, menunjukkan haramnya perbuatan tersebut. Karena tidak ada hukuman kecuali untuk perbuatan yang haram.
2. Bertanya kemudian meyakini kebenaran jawaban dukun.
Bertanya jenis kedua ini, bukan lagi sekedar haram, bahkan bisa menyebabkan pelakunya murtad atau kafir. Karena membenarkan jawaban dukun, adalah meyakini ada yang mengetahui kejadian ghaib selain Allah. Dan ini tindakan pendustaan terhadap firman Allah azza wa jalla,
قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ وَمَا يَشۡعُرُونَ أَيَّانَ يُبۡعَثُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.”
(QS. An-Naml : 65)
Mengingkari satu huruf Al-Qur’an saja bisa menyebabkan kekafiran. Apalagi satu ayat, bahkan lebih dari satu ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa tidak ada yang mengetahui kejadian ghaib yang sudah terjadi atau yang akan terjadi, kecuali hanya Allah ta’ala, Tuhan semesta alam.
Kesimpulan ini senada dengan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
من أتى كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد
“Siapa yang mendatangi seorang dukun, kemudian mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad” (HR. Abu Daud).
- Baca juga : Beda Dukun dengan Peramal
3. Bertanya untuk menguji dukun apakah dia jujur atau dusta.
Yang ketiga ini hukumnya dibolehkan. Tidak termasuk ke dalam ancaman hadis di atas. Karena Nabi shalallahu alaihi wa sallam pernah bertanya untuk menguji seorang dukun di Madinah yang bernama Ibnu Shoyyad,
ماذا خبأت لك؟
“Silahkan tebak, apa yang sedang aku sembunyikan di hadapanmu?”
“Asap,” jawab si dukun.
Nabi shalallahu alaihi wa sallam mengatakan,
اخسأ فلن تعدو قدرك
“Tebaklah, kamu tak akan mampu meebaknya.”
Nabi shalallahu alaihi wa sallam bertanya kepada dukun Shoyyad tentang sesuatu yang beliau sembunyikan di hadapannya.
4. Bertanya untuk menampakkan kelemahan dan dustanya. Dengan menguji dengan hal-hal yang bisa menampakkan kelemahan dan kedustaan dukun.
Ini disyariatkan, bahkan bisa wajib.
Hukuman tidak diterima shalatnya selama 40 hari, berlaku untuk penanya jenis pertama, yaitu yang bertanya sekedar iseng atau atau sekedar bertanya saja. Tanpa meyakini kebenaran ucapan dukun.
Apa Maksud Tidak Diterima Shalat Selama 40 Hari?
Tidak diterima shalat selama 40 hari maksudnya shalatnya selama 40 hari itu tidak berbuah pahala. Namun hanya menggugurkan kewajiban. Shalat selama 40 hari tersebut, ibaratnya penggugur dosa besar bertanya kepada dukun.
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan hal ini dalam Syarah Shahih Muslim karyanya,
وأما عدم قبول صلاته فمعناه أنه لا ثواب له فيها وإن كانت مجزئة في سقوط الفرض عنه ولا يحتاج معها إلى إعادة، ونظير هذه الصلاة في الأرض المغصوبة مجزئة مسقطة للقضاء، ولكن لا ثواب فيها، كذا قاله جمهور أصحابنا.
“Tidak diterima shalatnya maksudnya, dia tidak akan mendapatkan pahala dari shalatnya. Meskipun shalatnya sah dalam menggugurkan kewajiban, tidak perlu diulang. Kasus yang sama adalah, sholat di tempat rampasan, sah shalatnya, tidak perli diqodo’. Namun tidak berbuah pahala. Demikian pendapat yang dipegang mayoritas ulama Mazhab kami (Syafi’i).” (Shahih Muslim bi Syarhil Imam An-Nawawi, 7/190, terbiyan Darul Kutub Ilmiyah)
Hamalatul Quran Jogjakarta, 11 Rajab 1442 H
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com