Hati-Hati Bisa Batal Puasa Gara – Gara Niat

Bismillahirrahmanirrahim

Ada dua macam niat yang berkaitan erat dengan pembatal puasa :

1. Niat yang kuat (al-‘azmu)

2. Niat yang ragu (At-Taroddud fin Niyyah)

Jika seorang berniat kuat untuk membatalkan puasa, maka puasa bisa batal. Misal berniat kuat ingin makan di siang Ramadhan. Tapi tidak menemukan makanan, maka puasanya telah batal. Dia wajib mengganti puasa di hari lain. Pendapat fikih ini dipegang oleh Mazhab Maliki dan Hambali. Berbeda dengan pendapat Mazhab Hanafi dan Syafi’i.

(Lihat : Badaai’as-Shonaa-i’ 2/92, Hasyiyah Ad-Dasuqi 1/528, Al-Majmu’ 6/313, Kassyaf Al-Qona’ 2/316, sumber: Islamqa)

Dasarnya adalah hadis dari sahabat Abu Bakroh radhiyallahu’anhu, Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا، فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ» ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ، فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: «إِنَّهُ أَرَادَ قَتْلَ صَاحِبِهِ

“Jika dua orang muslim bertengkar dengan pedang mereka, maka pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka,”

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, kalau pembunuh wajar jika masuk neraka. Namun bagaimana dengan yang terbunuh juga masuk neraka?”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Karena yang terbunuh juga ingin membunuh lawannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Yang terbunuh juga mendapat dosa karena dia telah berniat kuat / bertekad ingin membunuh lawannya. Hanya saja dia kalah cepat. Ini menunjukkan bahwa seorang yang berniat kuat melakukan dosa, maka ia dihukumi telah melakukan dosa tersebut.

Adapun niatnya masih di tahap ragu, ada beberapa pendapat ulama tentang batal tidaknya puasa. Ringkasnya, pendapat yang kuat adalah tidak batal. Karena alasan-alasan di bawah ini :

Pertama, kaidah fikih :

اليقين لا يزول بالشك

Sesuatu yang yakin tidak bisa dibatalkan dengan keraguan.

Saat memulai puasa, ia masuk ke dalam ibadah puasa dengan niat yang yakin untuk menjalankan puasa. Lalu di tengah jalan, datanglah niat ragu. Maka niat yang yakin tersebut, tidak bisa batal oleh keraguan.

Kedua, selama ada keraguan, maka niat seorang tidak sah. Padahal amal perbuatan tergantung niatnya. Sehingga niat membatalkan selama masih di tahap ragu, maka tidak sah membatalkan puasa.

Ketiga, hadis-hadis tentang pemaafan Allah atas kesalahan yang diucapkan oleh jiwa selama tidak diucapkan lisan atau dilaksanakan.

Diantaranya seperti hadis berikut :

إن الله تجاوز لأمتي عما وسوست أو حدثت به أنفسها ما لم تعمل به أو تكلم

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku atas dosa dari bisikan jiwa, selagi belum dilakukan atau belum diucapkan.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan makna hadis ini,

الخواطر وحديث النفس إذا لم يستقر ويستمر عليه صاحبه فمعفو عنه باتفاق العلماء؛ لأنه لا اختيار له في وقوعه ولا طريق له إلى الانفكاك عنه

“Dosa yang terlintas di pikiran dan bisikan jiwa jika tidak menetap di dalam hati atau tidak diiyakan oleh seorang, maka dosa itu diampuni Allah. Seluruh ulama sepakat akan hal ini. Karena dosa seperti itu tidak di bawah kendali seorang dan tidak mungkin seorang bisa terhindar darinya.”

(Lihat : Al-Adzkar, 1/ 415, terbitan : Maktabah Nuzul Al-Musthofa – Makkah & Riyadh. Cetakan ke 1, Th. 1417 H / 1997 M)

Demikian…

Wallahua’lam bis showab.

Disempurnakan di Toko HumairoStore Bantul, 2 Ramadhan 1442 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Prove your humanity: 4   +   9   =