Menceritakan Amal Sholeh, Bagaimana Hukumnya?

Bismillahirrahmanirrahim.

Amal ibadah dilihat dari pelakditampakkan dan tidaknya ada dua macam :

– Ibadah yang harus ditampakkan.
Seperti sholat jama’ah, azan, sholat id, sholat Jumat

– Ibadah yang tidak ada keharusan ditampakkan.
Seperti sholat malam, sholat duha, sedekah dan kebanyakan ibadah sunah.

Untuk ibadah yang harus ditampakkan, maka tidak boleh disembunyikan, meskipun dengan alasan menjaga keikhlasan. Tampakkan dan jaga keikhlasan. Harus ditampakkan karena itu sebagai syiar agama. Disamping itu, ibadah yang jenis ini bisa menjadi sarana keteladanan.

Kemudian, pembahasan kita di bawah ini berkaitan ibadah yang tidak ada keharusan ditampakkan. Artinya tidak ada perintah syari’at untuk menampakkannya. Mari kita pelajari paparannya :

Boleh dan tidaknya tergantung pada kejernihan niat berupa Ikhlas dan terbebas dari nodanya yaitu riya’. Antara menampakkan dan menyembunyikan amal sholih, kalau tidak ikhlas keduanya sama tercela. Namun asal bisa menata hati tetap ikhlas; bebas dari riya’, maka keduanya sama terpuji.

Menyembunyikan amalan lebih dekat kepada ikhlas, ini terpuji.

Menampakkan atau menceritakan amalan, di sini ada nilai keteladanan dan menceritakan nikmat Allah, ini juga terpuji.

Di dalam Al-Qur’an, Allah azza wajalla memuji kedua model amal di atas,

إِن تُبۡدُواْ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۖ وَإِن تُخۡفُوهَا وَتُؤۡتُوهَا ٱلۡفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمۡۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ

Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu,maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti atas apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 271)

Menampakkan atau menceritakan amalan, asal ikhlas tetap terjaga bisa mendapatkan dua tambahan pahala :

[1] Pahala memberikan teladan yang baik.

Dijelaskan di dalam sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tentang pahalanya yang luar biasa,

مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ .ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Siapa yang mencontohkan suatu Sunnah yang baik di dalam Islam, maka ia mendapat pahalanya dan pahala orang-orang yang mengkutinya, tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya sedikitpun. Dan siapa yang mencontohkan sunnah yang jelek maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa orang yang mengikuti mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1017)

[2] Pahala mengamalkan perintah Allah agar menceritakan nikmatNya.

وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ

Dan tentang nikmat Tuhanmu, ceritakanlah.
(QS. Adh-Dhuhaa : 11)

Saat menafsirkan ayat di atas, Imam Al Qurtubi menukilkan riwayat kisah Telada seorang ulama bernama Abu Firos Abdullah bin Gholib dalam mengamalkan ayat di atas. Di saat pagi hari tiba Abu Firos bercerita kepada rekannya,

لَقَدْ رَزَقَنِي اللَّهُ الْبَارِحَةَ كَذَا، قَرَأْتُ كَذَا، وَصَلَّيْتُ كَذَا، وَذَكَرْتُ اللَّهَ كَذَا، وَفَعَلْتُ كَذَا.

“Semalam Allah telah memberiku rizki ibadah ini, aku membaca ayat ini, aku sholat itu, aku berdzikir kepada Allah dan beramal sholih itu.”

فَقُلْنَا لَهُ: يَا أَبَا فِرَاسٍ، إِنَّ مِثْلَكَ لَا يَقُولُ هَذَا!

“Ya Abu Firos, tanggap rekannya mendengar cerita seperti itu, orang seperti Anda tidak pantas bercerita seperti itu.

Abu Firos menjawab,

قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ وَتَقُولُونَ أَنْتُمْ: لَا تُحَدِّثْ بِنِعْمَةِ اللَّهِ!

“Allah ta’ala berkata, “Tentang nikmat Tuhanmu, ceritakanlah.” Sementara kalian mengatakan, “Jangan ceritakan nikmat Allah?!” (Jami’ Al-Bayan; Tafsir Al Qurtubi)

Terutama menampakkan amalan bila dilakukan oleh tokoh agama, guru, ustadz, kyai, ulama atau orang yang memiliki banyak pengikut, maka sangat dianjurkan. Karena bisa menjadi sarana dakwah dan menginspirasi banyak orang. Namun ingat, harus tetap menjaga ikhlas dan waspada dari riya’serta ujub.

Mana yang Lebih Afdol?

Selama ikhlas terjaga dan bukan untuk tujuan memberi keteladanan, maka menyembunyikan amalan itu lebih afdol. Namun jika tujuannya untuk mengajar/memberikan keteladanan, maka menampakkan lebih afdol. Karena dapat menjadi sarana mendapat pahala jariyah seperti keterangan dalam hadis yang kami nukil di atas.

Jadi keduanya memiliki potensi afdol. Tergantung motif dan maslahat. Sebaiknya seorang mukmin memiliki amalan yang dia sembunyikan yang tahu hanya dia Dan Allah, dan amalan ditampakkan dengan tetap menjaga niat, di saat ada maslahat untuk memberikan pengajaran atau inspirasi. Dengan demikian dia dapat meraup dua jenis pahala afdol di atas.

Wallhua’lam bis sowab.

Sanden, Hamalatul Quran, Jogjakarta Shofar 1443 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Prove your humanity: 2   +   9   =