Bismillah…

Sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berikut ini bisa menjadi jawabannya. Beliau menjelaskan,

إن الشمس والقمر لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته، ولكنهما آيتان من آيات الله يريهما عباده، فإذا رأيتم ذلك فافزعوا إلى الصلاة.

Sesungguhnya matahari dan bulan, merupakan dua tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana, karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Namun Allah lah yang menciptakan peristiwa gerhana matahari dan bulan itu. Karena itu, jika kalian melihat gerhana, segeralah lakukan shalat” (Muttafaqun ‘ alaihi).

Pada hadis di atas diterangkan,

فإذا رأيتم ذلك فصلوا

Jika kalian melihat gerhana, lakukanlah shalat”.

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengaitkan perintah shalat gerhana dengan ru’yah (menyaksikan langsung), bukan dengan kabar dari ahli astronomi atau falak. Kabar dari mereka sifatnya hanya perkiraan; bisa tepat bisa meleset. Bukan acuan utama pelaksanaan shalat gerhana. Oleh karenanya, tidak benar bila melakukan shalat gerhana, hanya berpedoman pada analisa ahli astronomi atau lembaga observatorium.

Syaikhul Ibnu ‘Ustaimin rahimahullah menjelaskan ,

إذا قال الفلكيون : إنه سيقع كسوف أو خسوف ، فلا نصلي حتى نراه رؤية عادية ؛ لأن الرسول صلّى الله عليه وسلّم قال : ( إذا رأيتم ذلك فصلوا ) ، أما إذا منّ الله علينا بأن صار لا يرى في بلدنا إلا بمكبر أو نظارات فلا نصلي.

“Bila para ahli falak mengabarkan, bahwa akan terjadi gerhana matahari atau bulan, maka kita tidak shalat gerhana kecuali setelah menyaksikannya dengan penglihatan normal. Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

إذا رأيتم ذلك فصلوا

Jika kalian melihat gerhana, lakukanlah shalat“.

Adapun bila Allah memberikan kelebihan nikmat kepada kita, dimana di daerah kita gerhana itu tidak terlihat kecuali menggunakan teleskop atau teropong pembesar, maka kitapun tidak diperintahkan shalat” (Syarah al Mumti‘, 5/180).

Bisa kita katakan bahwa informasi dari para ahli falak terkait perkiraan terjadinya gerhana, tidak berdampak pada hukum syari’at. Perintah melaksanakan shalat gerhana, hanya berlaku untuk mereka yang menyaksikan gerhana secara langsung (ru’yah).

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah diterangkan,

فصلاة الكسوف لا تشرع إلا عند رؤية ذهاب ضوء الشمس كله أو بعضه، بدليل قوله صلى الله عليه وسلم: إن الشمس والقمر لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته، ولكنهما آيتان من آيات الله يريهما عباده، فإذا رأيتم ذلك فافزعوا إلى الصلاة. متفق عليه وهذا اللفظ للبخاري. ولا يلتفت إلى قول المنجمين في حصول الكسوف قبل رؤيته“

Shalat gerhana matahari, tidak disyariatkan kecuali ketika menyaksikan hilangnya cahaya matahari secara total (gerhana total) atau sebagian (gerhana sebagian).

Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “Sesungguhnya matahari dan bulan, merupakan dua tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana, karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Namun Allah lah yang menciptakan peristiwa gerhana matahari dan bulan itu. Karena itu, jika kalian melihat gerhana, segera lakukanlah shalat. ” (Muttafaqun ‘ alaihi).

Lafaz hadis ini ada pada riwayat Imam Bukhori. Dan tidak berpedoman pada kabar dari ahli astronomi dalam kejadian gerhana, sebelum benar-benar menyaksikannya langsung” (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 73337).

Atau Tertutup Awan

Wilayah yang tertutup awan, juga tidak diperintahkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Meskipun berdasarkan data dari lembaga astronomi, pada wilayah tersebut sedang terjadi gerhana. Karena kalau tertutup awan, masyarakat setempat tidak bisa menyaksikan gerhana. Sementara Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengaitkan perintah shalat dengan ru’yah (menyaksikan secara langsung).

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah diterangkan,

فقد بينا أنه لا تشرع صلاة الكسوف أو الخسوف إلا عند رؤيته، ولا تؤدى بناء على إخبار الفلكيين فقط في الفتوى رقم : 73337 . فإذا غم الكسوف على قوم بالغيوم أو غيرها ولم يروه فلا تشرع لهم الصلاة لأن النبي صلى الله عليه وسلم جعل الحكم معلقا على الرؤية. والله أعلم.

“Telah kami terangkan  bahwa tidak disyariatkan shalat gerhana matahari dan bulan, kecuali ketika terlihat gerhananya. Dan tidak ditunaikan shalat berdasarkan sekedar berita dari ahli astronomi (dalam fatwa no. 73337). Jika gerhana tertutup awan, pada suatu penduduk, karena mendung atau yang lainnya dan mereka tidak melihat gerhana, maka tidak disyariatkan untuk shalat. Karena Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam menjadikan hukum shalat terikat dengan melihat gerhana. Wallahu A’lam.” (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 170441).

Demikian…

Semoga dapat mencerahkan.

Yogyakarta, Hamalatul Quran, 29 Rabi’us Tsani 1441 H

Baca Juga:


Pernah dipublikasi oleh : Muslim.Or.Id

Penulis: Ahmad Anshori

Dipublikasi ulang dengan perubahan seperlunya : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here