Bismillah.
Sahabat Jabir bin Abdillah pernah meriwayatkan hadis, “Aku pernah mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
غَطُّوا الإِنَاءَ، وَأَوْكُوا السِّقَاءَ، فَإنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ، لاَ يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ، أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ، إِلاَّ نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذلِكَ الْوَبَاءِ
“Tutuplah bejana-bejana dan wadah-wadah air. Karena ada satu malam dalam satu tahun waba’/penyakit turun di pada malam itu. Tidaklah penyakit itu melewati bejana yang tidak tertutup, atau wadah air yang tidak ada tutupnya melainkan penyakit tersebut akan masuk ke dalamnya. (HR Muslim)
Dalam redaksi hadis yang lain dinyatakan,
غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ وَأَغْلِقُوا الْبَابَ وَأَطْفِئُوا السِّرَاجَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَحُلُّ سِقَاءً وَلَا يَفْتَحُ بَابًا وَلَا يَكْشِفُ إِنَاءً فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا أَنْ يَعْرُضَ عَلَى إِنَائِهِ عُودًا وَيَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ فَلْيَفْعَلْ
“Tutuplah bejana-bejana dan tempat-tempat minuman, tutup pintu-pintu, dan matikanlah lampu, karena setan tidak dapat membuka tutup tempat minum, pintu, dan bejana. Jika kalian tidak dapat menutupnya kecuali dengan membentangkan sepotong ranting di atasnya dan menyebut nama Allah (bismillah), maka lakukanlah. (HR. Muslim).
Dari hadis di atas, mayoritas ulama (jumhur) menyimpulkan menutup bejana, pintu, jendela rumah di malam hari hukumnya sunah.
Adapun Ibnu Hazm dalam kitab beliau al Muhalla, menyimpulkan hukumnya wajib.
Namun yang tepat dalam hal ini adalah pendapat jumhur ulama.
Dalam salah satu Fatwa Lajnah Da-imah (Komite riset islam dan fatwa Kerajaan Arab Saudi) dinyatakan,
Seluruh hadis terkait perintah ini dimaknai anjuran/sunah menurut mayoritas Ulama. Sebagaimana telah ditegaskan oleh sejumlah ulama diantaranya Ibnu Muflih dalam kitab Al Furu’ (1/132), Al Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (11/87), wallahua’lam. (Fatawa Lajnah Da-imah nomor 21349)
Apakah Juga di Siang Hari?
Mari seksama kita kaji redaksi hadis di atas, terdapat keterangan,
فَإنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاء
“Karena ada satu malam dalam satu tahun Al-Waba’/Penyakit turun di pada malam itu…”
Ada hadis yang menguatkan pesan hadis di atas,
إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ
Bila telah tiba waktu malam atau sore hari (awal malam/waktu maghrib), tahanlah anak-anak kalian, karena setan pada saat itu sedang berkeliaran…(HR. Bukhori dan Muslim).
Hal ini dalil bahwa perintah menutup bejana dan pintu hanya berlaku di malam hari saja.
Inilah diantaranya yang menjadi alasan Ibnul Arobi (salah seorang ulama mazhab Maliki) dalam pernyataan beliau,
ظن قوم أن الأمر بغلق الأبواب عام في الأوقات كلها ، وليس كذلك ، وإنما هو مقيد بالليل ؛ وكأن اختصاص الليل بذلك لأن النهار غالبا محل التيقظ بخلاف الليل
Sebagian orang menyangka bahwa perintah menutup pintu berlaku umum di semua waktu. Padahal tidak demikian. Yang benar perintah tersebut hanya dibatasi di malam hari. Dikhususkan malam hari karena siang hari umumnya adalah waktu siaga, berbeda dengan malam hari. (Fathul Bari 6/411).
Jika Bejana Lupa Ditutup, Makanan Dibuang?
Kasus ini pernah dialami sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu. Pada hadis tersebut diceritakan, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam disuguhi bejana berisi minuman nabidz yang tidak ditutup. Maka Nabi kemudian mengatakan,
ألا خمرته ولو تعرض عليه عودا
Tidakkah sepatutnya anda tutupi, walau sekedar menggunakan sepotong ranting?!
Sahabat Jabir melanjutkan,
فشرب…
Lalu Nabipun meminumnya..
(HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad)
Imam Qurtubi menjelaskan,
دليل أن ما بات غير مخمر ولا مغطى أنه لا يحرم شربه ولا يكره
Hadis di atas adalah dalil bahwa minuman (atau makanan) yang dibairkan terbuka di malam hari, tidaklah haram dikonsumsi dan tidak pula dimakruhkan.. (Al-Mufhim 5/284)
Dari sini jelas bahwa makanan atau minuman pada bejana yang tidak tertutup, tidak harus dibuang. Tetap dikonsumsi dengan disertai rasa harapan dan tawakkal kepada Allah agar dihindarkan dari segala penyakit dan marabahaya. Karena bila dibuang padahal masih layak konsumsi, dikhawatirkan terterjang larangan lain, yaitu menyiakan harta (idho’ah al mal).
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com