Hukuman Bagi Pencela Sahabat Nabi

Bismillahirrahmanirrahim….

Para sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, adalah orang-orang terbaiknya umat ini. Allah ta’ala telah banyak memuji mereka di dalam Al-Qur’an. Demikian pula Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menyanjung mereka melalui sabda-sabda beliau yang mulia. Dan seluruh ulama sepakat, wajib umat ini mencintai dan menghormati sahabat Nabi shalallahu alaihi wa sallam.

Diantara pujian Allah untuk para sahabat Nabi dalam Al-Qur’an adalah ayat di bawah ini :

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ

Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.
(QS. At-Taubah : 100)

مُّحَمَّدٞ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعٗا سُجَّدٗا يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗاۖ سِيمَاهُمۡ فِي وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِۚ وَمَثَلُهُمۡ فِي ٱلۡإِنجِيلِ

Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil. (QS. Al-Fath : 29)

Kemudian pujian Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam untuk sahabat beliau, diantaranya melalui hadis beliau,

لا تسبوا أصحابي، فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهباً، ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه

Jangan kalian cela sahabatku. Sungguh jika kalian memginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya pahalanya tidak akan sama dengan infaknya para sahabat walau hanya seukuran mud (cidukan dua cakupan tangan) mereka, bahkan tidak akan senilai setengah mudnya mereka. (HR. Bukhori dan Muslim)

Di hadis lain, dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhuma,

خير أمتي قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم.

Sebaik-baik generasi adalah generasiku. Kemudian generasi setelah mereka, lalu setelah mereka. (HR. Muslim)

Maka siapa yang mencela orang-orang yang sedemikian mulianya, dipuji oleh Allah, dipuji oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, tidak ragu bahwa orang yang seperti itu telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Ini wajib diketahui oleh setiap muslim dan wajib ditegakkan hujah kepada mereka.

Jika bertaubat dan insaf dari kesalahannya, Allah maha penerima taubat dan penyayang. Namun jika terus Istiqomah mencela sahabat, tidak bertaubat, maka dia telah kafir, sesat dan menyesatkan umat. Kesimpulan ini disampaikan tidak hanya dari satu ulama, ada banyak ulama yang menghukumi demikian.

Hukum ini berlaku bagi pencela sahabat karena agama mereka. Seperti karena mereka munafik atau telah murtad dll. Lebih parah lagi kekafirannya jika yang dicela adalah para sahabat yang secara khusus ada hadis Nabi yang menerangkan kemuliaan mereka. Bahkan hadis tersebut derajatnya mutawatir. Seperti mencela Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, Aisyah dll.

Al-Kholal menukil riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal, bahwa beliau pernah ditanya tentang pernah yang mencela Abu Bakr, Umar dan Aisyah -semoga Allah meridhoi mereka dan seluruh sahabat-, beliau menjawab,

ما أراه على الإسلام

“Aku memandangnya dia tidak lagi beragama Islam.”

Adapun mencela sahabat bukan berkaitan agama mereka, seperti aib pada watak seseorang; pelit, penakut dll. Atau mencela person sahabat yang keutamaan mereka tidak dijelaskan dalam hadits-hadits mutawatir, maka tidak kafir. Karena dia tidak mengingkari suatu keyakinan agama yang lumrah diketahui setiap muslim (ma’lum minad din bid dhoruroh). Namun harus ada hukuman untuk dia, berupa hukuman ta’zir (hukuman yang diputuskan berdasarkan ijtihad penguasa).

Wallahua’lam bis showab.

Referensi : Fatawa Syabakah Islamiyyah nomor 2429

Hamalatul Quran Jogjakarta, 5 Rajab 1442 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here