Bismillah.

Kita semua memiliki Ibu. Atau anda saat ini berprofesi sebagai seorang Ibu. Aisyah radhiyallahu’anha, istri Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, beliau adalah Ibu kita dan Ibunda kaum mukminin seluruhnya. Di dalam surat Al-Ahzab ayat 6, Allah ta’ala mengabarkan ini,

ٱلنَّبِيُّ أَوۡلَىٰ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ مِنۡ أَنفُسِهِمۡۖ وَأَزۡوَٰجُهُۥٓ أُمَّهَٰتُهُمۡۗ

Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.

Yang dimaksud, beliau dan istri Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam lainnya sebagai Ibu untuk kaum mukminin adalah, sosok manusia yang harus kita hormati dan muliakan. Lebih dari penghormatan kita kepada ibu kita.

Imam Al-Baghawi rahimahullah menerangkan makna ini,

وهن أمهات المؤمنين في تعظيم حقهن وتحريم نكاحهن على التأبيد ، لا في النظر إليهن والخلوة بهن ،

“Beliau-beliau istri Rasulullah adalah Ibunda kaum mukminin, dalam hal kewajiban menghormati hak mereka dan haramnya menikahi mereka sepeninggal Nabi selamanya. Bukan Ibu dalam artian boleh melihat atau berkhalwat dengan beliau. (Tafsir Al-Baghawi)

Mari sekarang kita mencoba memposisikan diri sebagai seorang Ibu. Apa yang Anda inginkan dari putra-putri Anda?

Dicintai, dimuliakan, bakti yang tulus.

Baik, jawaban kita semua sama.

Cinta, pemuliaan serta bakti yang bagaimana?

Simple saja jawabannya, tentu cinta, pemuliaan serta bakti yang sesuai dengan yang kita harapkan dan inginkan.

Kami mencoba bertanya, kepada teman-teman yang menyanyikan lagu Aisyah Istri Rasulullah, yang sampai mengisi trending YouTube berhari-hari, apa kiranya tujuan dari menyanyikan lagu itu?

Ada satu jawaban pastinya dari lagu itu. Untuk memuliakan Asiyah serta sebagai ekspresi cinta kepada beliau dan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.

Baiklah…

Bagaimana pendapat Anda jika ternyata cara menghormati dan mencintai yang seperti itu, tidak diinginkan dan diharapkan oleh Ibu kita Aisyah?

Lho kok bisa?

Iya, aku juga kaget. Ternyata hadis yang menjelaskan tentang musik adalah seruling setan itu diriwayatkan beliau.

Mari coba kita simak hadis di bawah ini :

Dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata,

أن أبا بكر دخل عليها، والنبي صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عِندَها، يومَ فطر أو أضحى، وعِندَها قينتان تغنيان بما تقاذفت الأنصار يومَ بعاث،

طفقال أبو بكر : مزمار الشيطان ؟ مرتين

فقال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : ( دعهما يا أبا بكر، إن لكل قوم عيدا، وإن عيدنا اليومَ )

“Saat hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, Abu Bakar mengunjungi rumah Aisyah dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam saat itu sedang ada di rumah. Ketika itu ada dua wanita penyanyi dari kaum Anshar, yang sedang bernyanyi dengan syair-syair kaum Anshar di hari Bu’ats.

Abu Bakar pun berkata, “Kok ada seruling setan? Kok ada seruling setan?”

Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Biarkan mereka ya Abu Bakar. Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita.”

Hadis ini tertulis di dalam Shahih Bukhori, nomor 3931 .

Saat Abu Bakr As -Shiddiq radhiyallahu’anhu, menyebut musik itu sebagai seruling setan, Nabi shallallahu’alaihi wasallam tak mengingkari. Yang diingkari oleh Nabi bukan sebutan nyanyian seruling setan. Namun sikap beliau saat beliau budak wanita menabuh duf,

دعهما يا أبا بكر، إن لكل قوم عيدا، وإن عيدنا اليومَ

Biarkan mereka ya Abu Bakar. Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita.”

Ini menunjukkan persetujuan Nabi shallallahu’alaihi wasallam pada sebutan tersebut. Dan ada kemungkinan, istilah itu didapat oleh Abu Bakr dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Karena menyebut musik sebagai serulingnya setan, adalah perkara ghaib, yang tak mungkin diketahui kecuali melalui jalur wahyu. Dan karena para sahabat; apalagi sekelas Abu Bakr, tak mungkin berkata tentang Islam tanpa dasar ilmu.

Ada keterangan menarik dalam situs ilmiyah “Al-Islam Su-al wal Jawab (Islamqa)” asuhan Syekh Sholih Al -Minajjid (ulama di Saudi Arabia),

فسمَّى أبو بكر الغناء بـ ( مِزْمَارُ الشَّيْطَانِ ) ، وأقره الرسول صلى الله عليه وسلم على هذه التسمية ، ولا شك أن إضافة الشيء إلى الشيطان تدل على ذمه والتنفير منه ، فكيف يقول قائل : إن مزمار الشيطان حلال ؟!

“Abu Bakr menamai nyanyian dengan sebutan seruling setan. Kemudian Rasul shallallahu’alaihi wasallam tidak mengingkari penamaan ini. Tentu saja penyadaran suatu tindakan kepada setan, menunjukkan celaan serta ajakan menjauhi. Maka bagaimana mungkin bisa dikatakan seruling setan itu halal?!”
(https://islamqa.info/amp/ar/answers/222730)

Dari sini kita bisa menangkap, ridhokah kiranya Ibunda Aisyah, dihormati dengan cara seperti itu?!

Tentu saja tidak…

Tak mungkin Ibunda Aisyah melanggar hadis apalagi yang beliau riwayatkan sendiri. Bahkan dari kisah yang beliau lihat dan dengar sendiri, antara dua orang yang paling beliau cintai, Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam suaminya, dan ayah kandung beliau sendiri; Abu Bakr As-Siddiq radhiyallahu’anhu. Tentu pesan hadis ini sangat berkesan di hati beliau dan penuh kenangan.

Apalagi, di kesempatan lain, kekasih beliau; Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah berpesan,

ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف

Akan ada di orang-orang dari kalangan umatku, yang akan menghalalkan zina, sutera bagi laki-laki, khamr dan alat musik (al-ma’aazif). (HR. Bukhori no. 5268)

Tentu jelas bahwa, memuliakan beliau dengan cara seperti itu, tak diharapkan oleh beliau. Bahkan tepat bila kita katakan, sangat dibenci oleh beliau. Terlebih dalam nyanyian itu, Nabi shalallahu alaihi wassalam pun dimasukkan.

Meski kami tahu, niat kalian baik. Namun, sekali lagi kawan, semoga Allah merahmati dan memberi kita hidayah, cara berbakti kepada Ibunda kita seperti itu, tak diinginkan oleh beliau.

Ibaratnya, anda sebagai seorang Ibu. Kemudian putra anda pencinta reptil. Suatu ketika ia ingin memberikan kejutan kepada anda berupa ular kobra berbisa. Tiba – tiba saat anda sedang masak di dapur, dari arah belakang dengan santainya sang anak mendekatkan ular itu ke diri anda. Apa yang terjadi? Bukan terharu karena telah dihormati. Tapi yang terjadi adalah kaget! Mata terbelalak! Muka memerah! Jengkel! Marah!

Padahal niat sang anak sangat luhur sekali. Ingin membahagiakan Ibunya, karena rasa hormatnya kepada Ibunya. Tapi, cara yang seperti tak diinginkan oleh Ibunya.

Saya jadi teringat perkataan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu,

وكم من مريد للخير لن يصيبه

Betapa banyak orang menginginkan kebaikan, namun tak sampai kepadanya.

Sekarang, jika tulus niat kita menghormati, mencintai, memuliakan Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha, mari teman kita tinggalkan lagu-lagu itu. Mari bertaubat kepada Allah untuk berhenti bernyanyi. Memang berat. Tapi untuk membuktikan ketulusan cinta, memang butuh pengorbanan yang sangat berat. Seorang akan rela meninggalkan sesuatu yang ia cintai, demi meraih sesuatu yang lebih ia cintai.

Anda pecinta Ibunda Aisyah, akan sangat bangga saat anda bisa meniru karakter idola anda. Beliau dikenal sosok wanita yang sangat pemalu. Beliau pernah bercerita,

كنت أدخل بيتي الذي دُفِنَ فيه رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي فأضع ثوبي، فأقول: إنما هو زوجي وأبي، فلما دُفِنَ عمر معهم، فوالله ما دخلت إلا وأنا مشدودة علي ثيابي حياءً من عمر

“Aku biasa masuk rumahku yang padanya Rasulullah dan ayahku dimakamkan. Aku lepas pakaianku dan aku katakan, “Mereka berdua adalah suami serta ayahku.” Namun ketika Umar juga dimakamkan bersama mereka, sungguh demi Allah aku pun masuk rumahku dalam keadaan berpakaian rapi. Kerana malu terhadap Umar.” (HR. Ahmad)

Sekian…

Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua.

Hamalatul Quran Yogyakarta, 13 Sya’ban 1441 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here