Bismillah

Sebagaimana kita ketahui bahwa Corona adalah virus yang mudah sekali menular. Sehingga wajar bila muncul kekhawatiran pada para petugas pemandi jenazah, saat mendapati jenazah positif Corona. Lantas bagaimana aturan Islam terkait kondisi seperti ini?

Para pembaca yang dimuliakan Allah…

Memandikan jenazah hukumnya wajib, yang sifatnya fardu kifayah, artinya bila dikerjakan oleh sebagian orang yang mencukupi maka, kewajiban gugur bagi yang lain. Dan menjaga diri kita dari tertular penyakit, juga wajib. Bahkan sifat wajibnya adalah fardhu ain; diwajibkan kepada semua orang tanpa terkecuali.

Karena Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah berpesan,

لا ضرر ولا ضرار

Tidak boleh berbuat bahaya kepada orang lain atau membahayakan diri” (HR. Ibnu Majah)

Di kesempatan lain, beliau juga berpesan,

فر من المجذوم فرارك من الأسد

Lari menjaulah dari penyakit kusta, sebagaimana anda lari dari singa.”
(HR. Bukhari dan Ahmad)

Maka dari itu, bagi para petugas pemandi jenazah, wajib memperhatikan hal berikut :

Pertama, saat memandikan jenazah, petugas wajib melindungi diri dengan mengenakan alat pelindung diri (APD), termasuk sarung tangan, masker, dan pelindung mata saat memandikan jenazah hingga menguburnya.

Kedua, boleh memandikan jenazah dengan cukup menuangkan air di seluruh tubuhnya, semampunya, tanpa harus menggosokkan tangan pada tubuh mayit.

Karena sebagian ulama tidak mensyaratkan gosokan tangan dalam pemandian/basuhan,

والغسل عند مالك إمرار اليد بالماء و عند الشافعي إمرار الماء، وإن لم يدلك بالماء

Membasuh, mengalirkan air dengan bantuan tangan, ini menurut Imam Malik. Adapun menurut Imam Syafi’i, membasuh cukup dengan mengalirkan air (tanpa harus dengan bantuan tangan, pent).” (At-Tashil fi ‘Ulumit Tanzil, 1/228-229)

Terlebih untuk para petugas yang mendapatkan APD kurang memadai, sehingga fungsi kurang maksimal; sebagaimana yang terbesar di surat kabar beberapa petugas medis hanya mengenakan jas hujan.

Ketiga, jika dua opsi di atas tidak mugkin diupayakan, karena pertimbangan keamanan, teknis lain, maka jenazah cukup ditayamumkan.

Yaitu dengan mengusapkan debu pada tangan jenazah satu kali usapan, kemudian wajah satu kali usapan.

Karena para ulama menjelaskan, bahwa tayamum boleh dilakukan di saat adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air, akan membahayakan diri kita. Corona jelas sangat membahayakan diri kita.

Baca juga : Panduan Tayamum

Keempat, jika memandikan dan men-tayamumkan jenazah juga tidak mungkin dilakukan, maka kewajiban memandikan jenazah menjadi gugur.

seperti karena jenazah sudah dibungkus plastik oleh pihak yang berwenang, pemerintah dan para dokter melarang membukanya kembali karena alasan bahaya, sementara jenazah belum disucikan.

Karena kaidah fikih mengatakan,

درء المفاسد أولى من جلب المصالح

“Mencegah bahaya, didahulukan daripada mendatangkan manfaat.”
(Lihat : Al-mumti’ fil Qawa’id al fiqhiyyah, hal. 253)

Memandikan jenazah adalah manfaat. Dan tertular virus corona adalah bahaya. Kaidahnya : mencegah bahaya lebih didahulukan daripada mendatangkan manfaat. Maka, pada kondisi seperti poin tiga di atas, tidak memandikan jenazah demi mencegah bahaya penularan corona, lebih didahulukan daripada memandikan jenazah.

Meskipun jenazah belum disucikan, maka tetap wajib (fardu kifayah) kita sholatkan. Jika tidak memungkinkan kita mensholatinya secara normal, maka kita sholatkan ghoib.

Baca Juga : Shalat Ghaib Jenazah Korban Corona

Allah ta’ala berfirman,

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ

Bertakwalah kalian kepada Allah, sesuai kemampuan kalian. (QS. At-Taghabun : 16)

Sebuah lembaga fatwa dan riset ilmiah Islam, di bawah Kementrian Wakaf Kuwait; Mausu’ah Al-Fataawa menerangkan,

تغسيل الميت المسلم واجب على الكفاية، كما أن الوقاية من الأمراض لمن يغسله واجبة أيضًا، وعليه فإنّ الميِّت المستفتى عنه يغسل مع اتخاذ كافة الاحتياطات اللازمة لوقاية من يغسِّله من الإصابة بأي ضرر منه.
وإلا اكتَفَى بإراقة الماء عليه إن أمكن ذلك، فإن لم يمكن اكتُفي بالتيمم، فإن تعذر أيضًا دُفن بغير تغسيل، فإن منعت السلطات الرسمية من فتْح الصندوق الذي أغلق عليه أصلًا سقط وجوب تغسيله.
ثم إذا غُسِّل أو يُمّمَ أو أريق الماء عليه صُلِّي عليه بالاتفاق، وإذا تعذر ذلك كله أو تعسَّر صُلِّي عليه أيضًا على رأي بعض الفقهاء. والله أعلم.

“Memandikan mayit muslim hukumnya wajib yang sifatnya fardu kifayah. Sebagaimana melindungi diri dari tertular penyakit dari mayit yang dimandikan, juga wajib. Oleh karenanya, mayit dimandikan dengan mengikuti protokol pemandian jenazah yang diwajibkan oleh pihak berwenang (dokter dan pemerintah), untuk melindungi diri dari tertular penyakit mayit.

Atau boleh memandikan jenazah, cukup dengan menuangkan air jika itu mungkin dilakukan. Jika tidak memungkinkan, maka cukup ditayamumkan. Bila pihak berwenang melarang membuka kantong jenazah yang telah ditutup rapat, maka kewajiban memandikan jenazah, gugur. Kemudian, bila jenazah bisa dimandikan, atau cukup ditayamumkan atau diguyuri air, para ulama sepakat (Ijma‘) jenazah wajib (fardu kifayah) disholatkan. Jika semua itu tidak memungkinkan, maka Jenazah boleh disholatkan ghoib menurut pendapat sebagian ahli fikih. Wallahua’lam.”(http://www.fatawa.com/view/6348/?search=&frompage=list)

Demikian semoga bermanfaat mencerahkan…

Baca juga : Cara Wudhu di Pesawat dengan Spray

Hamalatul Quran Yogyakarta, 21  Sya’ban 1441 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here