Muliakanlah Ulama

Bismillah…

Ulama itu ibarat ayah untuk ruh, layaknya bapak adalah ayah untuk jasman. Sebagaimana dikatakan oleh ulama kita,

الشيخ أب للروح كما أن الوالد أب للجسد

Ulama/guru/ustadz adalah ayah untuk ruh, sebagaimana bapak adalah ayah untuk jasad.

Sebagaimana kita wajib menghormati ayah kandung, maka ayah ruhani yaitu para ustadz, kyai atau ulama yang telah mengajarkan ilmu kepada kita, juga harus dihormati.

Kemarilah, kita simak bagaimana keteladanan para ulama dalam menghormati guru mereka. Kita coba resapi ungkapan Syu’bah bin Hajaj -rahimahullah- ini,

كل من سمعت منه حديثا فأنا له عبد

Siapapun yang pernah aku dengarkan hadisnya, maka aku adalah budaknya.”

Dalil Memuliakan Ulama

Muhammad bin Ali Al-Udfuwi -rahimahullah- mengungkap sebuah ayat yang mendasari ucapan Syu’bah di atas,

إذا تعلم الإنسان من العالم واستفاد منه الفوائد فهو له عبد، قال تعالى ((وإذ قال موسى لفتاه))، وهو يوشع بن نون، ولم يكن مملوكا له، وإنما كان متلمذا له متبعا له، فجعله الله فتاه لذلك

“Bila seorang belajar kepada seorang berilmu (alim), lalu dia mendapat manfaat dari ilmunya, maka dia adalah budak bagi orang alim itu. Allah berfirman, “Ingatlah, saat Musa berkata kepada budaknya.” (QS. Al-Kahfi : 60), budak yang dimaksud adalah Yusya’ bin Nun. Padahal sebenarnya Yusya’ bukanlah budaknya Musa. Sejatinya beliau adalah muridnya dan pengikut setia Musa. Namun ternyata Allah menyebut Yusya’ sebagai hamba sahayanya Musa.”

Kita semua mengenal siapakah Yusya’ bin Nun, beliau juga Nabi sebagaimana Musa. Meskipun beliau juga Nabi, saat beliau berguru kepada Nabi Musa, Allah menyebut Yusya’ sebagai hamba sahayanya Musa. Beliau yang Nabi saja seperti itu kedudukannya di hadapan gurunya, bagaimana kita orang yang Nabi bukan, orang sholih juga wallahua’lam?! Kita lebih butuh kepada amalan memuliakan para guru dan ulama kita.

Secara tegas, Islam juga memerintahkan kita memuliakan para ulama. Sebagaimana tersebut di dalam hadis dari sahabat Ubadah bin Shomit -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ليس من أمتي من لم يجل كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا حقه

Bukan termasuk umatku, siapa saja yang tidak mengormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak tahu hak – hak para alim ulamanya umat kami.”

Contoh Adab Memuliakan Ulama

1. Berperilaku tawadu’ (rendah hati)
2. Welcome kepada petuahnya
3. Perhatian kepadanya
4. Berbicara santun dan sopan saat mengobrol dengan beliau.
5. Mengharumkan nama guru saat bercerita tentangnya, tanpa berlebihan, yaitu pemuliaan yang wajar kepada guru yang juga manusia.
6. Berterimakasih atau merasa berhutang budi, karena ilmu yang telah beliau ajarkan.
7. Tidak menampakkan ketidaktertarikan pada kajian, nasehat – nasehatnya.
Kemudian juga berhati…
8. Menyakiti beliau dengan ucapan ataupun perbuatan.
9. Mengingatkan beliau jika salah dengan cara yang santun dan lembut.
Karena setinggi apapun ilmu dan ketakwaan manusia, dia tetap manusia. Tempatnya salah dan aib. Ada jatahnya kadang guru itu salah. Sebagaimana murid juga bisa salah.

Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi -hafidzohullah- menerangkan ada enam sikap beradab, sebagai respon terhadap kesalahan guru / ustadz :
1. Tabayun / kroscek terlebih dahulu.
Benarkah sang guru melakukan kesalahan yang dipersangkakan.
2. Berikutnya tabayun /kroscek apakah benar kesalahan yang dipersangkakan ada pada guru adalah benar – benar tepat dinilai sebagai kesalahan. Karena bisa jadi kesalahan yang dituduhkan, sebabnya karena salah paham. Padahal apa yang dituduhkan kepada Sang Ustadz, ternyata sejatinya bukan kekeliruan.

Seperti kata penyair,

وكم من عائب قولا صحيحا # وآفاته من الفهم السقيم

“Betapa banyak orang menyalahkan ucapan yang benar…. Sebabnya hanya salah paham.”

Cara kroscek langkah ke dua ini adalah, dengan bertanya kepadad ustadz yang lain atau orang yang dipandang berilmu. Karena tidak ada yang tahu apakah kesalahan yang dituduhkan benar kesalahan atau tidak, adalah orang yang berilmu.
3. Jika terbukti salah dan kesalahannya, tidak mengikuti kesalahan. Tetap katakan salah adalah salah, meski yang melakukan adalah orang yang sangat kita hormati dan kita pandang berilmu.
4. Berusaha keras mencari alasan untuk berhusnudzon.
5. Menyampaikan masukan dengan cara yang santun dan lembut. Jangan bersikap dan berkata kasar, apalagi menviralkan ketergelinciran guru.
6. Tidak merendahkan nama baik guru, walau guru telah terjatuh pada kesalahan. Tetap jagalah nama baiknya di hadapan kaum muslimin. Agar kebaikan yang beliau dakwahkan tetap bermanfaat untuk masyarakat luas.

Sekian…

Wallahul muwaffiq, semoga Allah memberi taufik kepada kami dan pembaca sekalian, untuk dapat memuliakan guru dan ulama.

___
Referensi :
– Khulashoh Ta’dhiimil Ilmi, karya Syekh Sholih Al-‘Ushoimi -hafidzohullah-.

Ditulis di : Ponpes Hamalatul Quran Jogja, 26 Rajab 1443 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Prove your humanity: 2   +   4   =