Bismillah…

CATATAN NGAJI QOWAIDUL ARBA’ (#4)

Matan

وأن يجعلك ممن إذا أعطي شكر، وإذا ابتلي صبر، وإذا أذنب استغفر

“Dan menjadikan Engkau ketika diberi nikmat, bersyukur”

Penjelasan

Ada dua cara mensyukuri nimat :

Pertama, sebelum datangnya nikmat.

Yaitu dengan meyakini dengan seyakin-yakinnya, bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang dapat memberi nikmat. Sehingga tak boleh hati seorang hamba bergantung kepada siapapun selain Allah dalam urusan nimat dan lainnya, tidak boleh meminta kenikmatan kecuali dari Allah. Karena Sang Pemilik rizki, hanyalah Allah ta’ala. Baik rizki duaniawi seperti sehat, pekerjaan, jodoh, harta dll. Ataupun ukhrawi (akhirat) seperti rizki berupa surga, kita semua menginginkan surga; semoga Allah menjadikan kita termasuk penghuninya. Surga  diminta dari Allah ta’ala, karena Allahlah pemiliknya, sebagaimana juga rizki, tidak mungkin diminta kecuali dari Allah ta’ala.

Diantara dalil yang menunjukkan metode mensyukuri nikmat ini adalah :

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا

“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, “ (Al-Furqan: 58)

إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ

“Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki itu di sisi Allah” (Al-‘Ankabut: 17)

وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ

“Sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.” (Al-‘Ankabut:17)

Salah satu bentuk mensyukuri sebelum datangnya nikmat ialah dengan tawakkal

Kedua, setelah datangnya nikmat.

Mensyukuri nikimat melalui metode kedua ini, dapat diwujudkan dengan dua langkah berikut :

  • Dengan Hati.

Beriman dan meyakini dengan jujur bahwa pemberi rizki dan pemberi nikmat ialah Allah. Dan setiap nikmat yang ada pada hamba itu semua berasal dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

  • Dengan Lisan.

Yakni dengan tahadduts terhadap nikmat Allah, memujinya, dan bersyukur. Sebagaimana Firman Allah

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu ceritakanlah.”  

 (QS. Adh-Dhuha: 11)

Menceritakan nikmat (tahadduts bin ni’mah) diantara cara bersyukur setelah kita memperoleh kenikmatan. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara berikut :

[1] Menggunakan Bahasa tubuh.

Dengan mempergunakan nikmat yang Allah beri pada hal-hal yang diizinkan syariat, intuk menambah ketaatan serta menjauh dari kemaksiatan.

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إن الله يحب أن يرى أثر نعمته على عبده

Sesungguhnya Allah itu senang melihat bekas nikmatnya tampak pada diri hambanya. (HR. Tirmidzi, derajat hasan)

Imam Tirmidzi menerangkan makna hadis ini,

فمن شكرها إظهارها ومن كفرانها كتمانها

Diantara wujud syukur nikmat adalah dengan menampakkan nikmat itu. Diantara wujud kufur nikmat adalah menyembunyikannya. (Sunan Tirmdzi)

Beliau juga membawakan penjelasan Al Madzhar saat menjelaskan hadis di atas,

يعني إذا أتى الله عبدا من عباده نعمة من نعم الدنيا فليظهرها من نفسه بأن يلبس لباسا يليق بحاله لإظهار نعمة الله عليه وليقصده المحتاجون لطلب الزكاة والصدقات وكذلك العلماء يظهروا علمهم ليستفيد الناس منهم

Bila Allah memberi seorang hamba sebuah nikmat diantara niikmat-nikmat duniawi, hendaklah ia menampakkan nikmat itu pada dirinya. Dengan memakai pakaian yang layak, dalam rangka memperlihatkan nikmat Allah padanya. Dan supaya orang-orang miskin dapat mendatanginya untuk mengambil zakat dan sedekah. Demikian pula ulama, seyogyanya menampakkan ilmunya agar masyarakat dapat mendapat manfaat darinya. (Sunan Tirmidzi).

[2] Menggunakan Bahasa lisan.

Yaitu dengan menceritakan nikmat tersebut kepada orang lain. Namun tentu saja dengan memperhatikan dua catatan berikut :

  • ditujukan untuk membanggakan nikmat Allah, bukan untuk sombong, ujub, maupun riya’. 
  • orang yang kita jadikan teman cerita, bukan orang yang berkarakter mudah hasad/dengki. orang yang paling sempit hidupnya ialah orang yang hasad. Sedih ketika melihat orang lain mendapat nikmat.

Wallahua’lam bis showab.

***

Referensi :

  1. Sunan At-Tirmidzi
  2. Kitab Syarah Ushul Tsalatsah dan Qowaidul Arba’, karya Syaikh Haitsam bin Muhammad Jamil Sarhan
  3. Faedah Kajian “Qawaidul Arba’ “, bersama Ustadz Ahmad Anshori,Lc hafizhahullahu ta’ala.

Dirangkum oleh Akhunal Fadhil : Andhika bin Qasim

Pengkoreksi dan editor : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here