Bismillah…
Sebelum menjawab, ada dua kasus berkaitan shaf sholat yang harus kita bedakan :
Pertama, meluruskan shaf (taswiyatus sufuf).
Kedua, menempelkan kaki di barisan shaf (ilzaqus shof)
Meluruskan shaf hukumnya wajib, sebagaimana pendapat ulama yang paling kuat dalam hal ini (rajih). Dalil yang menunjukkan kesimpulan ini adalah, hadis dari sahabat Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَوِّي صُفُوفَنَا حَتَّى كَأَنَّمَا يُسَوِّي بِهَا الْقِدَاحَ حَتَّى رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ ثُمَّ خَرَجَ يَوْمًا فَقَامَ حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ فَرَأَى رَجُلًا بَادِيًا صَدْرُهُ مِنْ الصَّفِّ فَقَالَ
Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meluruskan shaf kami, seakan-akan sedang meluruskan barisan busur panah, hingga beliau melihat bahwa kami sungguh telah terikat darinya. Kemudian pada suatu hari beliau keluar lalu berdiri hingga hampir bertakbir. Beliau melihat seorang jama’ah sholat yang menonjolkan dadanya dari barisan shaf. Lantas beliau menegur,
عِبَادَ اللَّهِ لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Wahai hamba-hamba Allah, luruskan sof kalian, jika tidak maka Allah akan membuat hati kalian berselisih.” (HR. Muslim)
Adanya ancaman, “jika tidak maka Allah akan membuat hati kalian berselisih.”
Menunjukkan bahwa, tidak meluruskan shaf sholat adalah dosa. Sehingga meluruskan shaf sholat hukumnya wajib.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Bukhori. Beliau menulis judul bab di Shahih Bukhori; dan kita ketahui bahwa kesimpulan fikih Imam Bukhori ada pada judul Bab yang beliau tulis.
باب إثم من لا يتم الصفوف
Bab : Berdosa Bagi Orang yang Tidak Meluruskan Shafnya.
Sehingga untuk meluruskan shaf, tetap wajib diupayakan semaksimal mungkin meskipun pada kondisi wabah corona seperti saat ini.
Adapun menempelkan kaki dalam barisan shaf, ini masalah lain. Meluruskan shaf, wajib. Namun meluruskan shaf tidak harus dengan menempelkan kaki.
Meluruskan Anggapan
Sebagian orang meyakini, bahwa menempelkan kaki saat sholat jama’ah pada kaki jama’ah lain, termasuk sunah / dituntunkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Atau menurut pandangan hukum fikih (taklifi), hukumnya wajib. Bahkan bisa sebagian ada yang menganggap pembeda antara sunah dan bid’ah. Ini perlu diluruskan.
Anggapan tersebut tersebut bermula dari kesalahpahaman memahami pernyataan sahabat Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu, “
فرأيت الرجل يلزق منكبه بمنكب صاحبه وكعبه بكعبه.
“Lantas aku melihat orang-orang (para sahabat Nabi) menempelkan pundak ke pundak temannya serta mata kaki ke mata kaki temannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Pemahaman yang benar terhadap pernyataan sahabat Nu’man bin Basyir di atas adalah, riwayat ini tidak tegas menyatakan perintah menempelkan kaki. Kandungan pesannya adalah pesan berita, yang disampaikan bukan dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam, namun dari cerita sahabat. Beliau sedang menceritakan sikap para sahabat setelah mendengar perintah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam untuk meluruskan shaf.
Kemudian, anjuran menempelkan kaki ini, bukan ibadah yang berdiri sendiri (ibadah Li ghoirihi). Namun ia dianjurkan karena membantu terwujudnya ibadah inti (ibadah Li dzatihi) berupa meluruskan shaf. Jadi tujuan para sahabat menempelkan kaki, adalah sekadar untuk meluruskan shaf.
Sehingga jika shaf sudah lurus, tanpa harus menempelkan kaki, maka cukup, karena tujuan telah tercapai. Tidak harus dengan menempelkan kaki apalagi berlebihan dalam hal ini. Yang terpenting adalah shafnya lurus.
Keterangan ini kami simpulkan dari penjelasan Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah yang bisa pembaca simak di sini : https://youtu.be/xQItLiUoKlc.
Hukum Menempelkan Kaki
Jadi kesimpulannya, menempelkan kaki di barisan shaf, yang tepat bukan wajib, namun sunah.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyyah (no.
18642) dijelaskan,
إلصاق الرجل رجله برجل صاحبه في الصف، وهذا أمر مستحب لحديث النعمان بن بشير
“Menempelkan kaki ke kaki temannya di barisan shaf, hukumnya sunah (dianjurkan), berdasarkan hadis dari sahabat Nu’man bin Basyir (yang tersebut di atas, pent).”
Shaf Renggang Untuk Cegah Corona Sah?
Setelah kita tahu bahwa menempelkan kaki di barisan shaf sholat hukumnya sunah, maka sholat berjamaah dengan shaf renggang berjarak 1 meter, sebagaimana yang telah viral, hukumnya sah. Hal ini karena beberapa alasan berikut :
Pertama, meninggalkan amalan sunah demi terealisasinya ibadah yang wajib, adalah suatu tindakan yang dibenarkan oleh syariat.
Menempelkan kaki hukumnya sunah. Mencegah bahaya berupa tersebarnya virus Corona, adalah ibadah hukumnya wajib. Karena Nabi berpesan,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain. (HR. Ahmad)
Kemudian, Islam membolehkan kita meninggalkan amalan sunah, demi terwujudnya amalan wajib. Dalilnya adalah, Nabi melarang orang yang mengerjakan sholat sunah saat iqomah sudah dikumandangkan.
اذا أقيمت الصلاة فلا صلاة الا المكتوبة
“Jika iqomah sholat wajib telah dikumandangkan, maka tidak ada lagi sholat selain sholat wajib.” (HR. Muslim)
Kedua, hukum merapatkan shaf adalah sunah. Menunjukkan merenggangkan shaf hukumnya kebalikan dari sunah, yaitu makruh. Sementara hukum makruh bisa berubah menjadi mubah/boleh, karena adanya kebutuhan.
Dalam Manzumah Ushul Fiqh (susunan bait syair tentang ilmu Ushul Fiqh) karya Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah diterangkan,
وكلُّ ممنوعٍ فللضرورةِ***يباحُ والمكروهُ عند الحاجةِ
“Segala yang haram, menjadi mubah saat kondisi darurat.
Adapun makruh, menjadi mubah saat kondisi dibutuhkan (hajat).”
Salahsatu kebutuhan merenggangkan shaf adalah, physical distancing untuk pencegahan wabah Corona.
Ketiga, mengamalkan kaidah fikih yang disepakati oleh seluruh ulama,
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Mencegah bahaya lebih didahulukan daripada mendatangkan manfaat.
Namun meskipun demikian, di saat kondisi darurat corona seperti saat ini, kami tetap menyarankan pembaca sekalian untuk sholat di rumah. Sebagaimana arahan pemerintah dan MUI. Terkait ini, telah kami bahas di sini : Tidak Shalat Jamaah Karena Takut Tertular Virus Corona
Demikian…
Wallahua’lam bis showab
Hamalatul Quran Yogyakarta, 29 Rajab 1441 H
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com