Anjay, Dalam Kacamata Islam

Bismillah

Dahulu orang-orang Yahudi punya kebiasaan, memelesetkan kata untuk tujuan umpatan. Saat Allah perintahkan mereka mengucapkan “khittoh” yang artinya “Ya Allah ampunilah aku”, mereka plesetkan menjadi “khintoh” yang maknanya gandum.

Antara khittoh dan khintoh hampir memiliki kesamaan pengucapan. Mereka slewengkan, sebagai bentuk perendahan terhadap perintah Allah. Allah menceritakan sikap mereka ini di dalam surat Al Baqarah,

وَإِذۡ قُلۡنَا ٱدۡخُلُواْ هَٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةَ فَكُلُواْ مِنۡهَا حَيۡثُ شِئۡتُمۡ رَغَدٗا وَٱدۡخُلُواْ ٱلۡبَابَ سُجَّدٗا وَقُولُواْ حِطَّةٞ نَّغۡفِرۡ لَكُمۡ خَطَٰيَٰكُمۡۚ وَسَنَزِيدُ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, “Masuklah ke negeri ini (Baitulmaqdis), maka makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. Dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, dan katakanlah, “Bebaskanlah kami (dari dosa-dosa kami),” niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan Kami akan menambah (karunia) bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-Baqarah : 58

فَبَدَّلَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ قَوۡلًا غَيۡرَ ٱلَّذِي قِيلَ لَهُمۡ فَأَنزَلۡنَا عَلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ رِجۡزٗا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ

Lalu orang-orang yang zhalim mengganti perintah dengan (perintah lain) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Maka Kami turunkan malapetaka dari langit kepada orang-orang yang zhalim itu, karena mereka (selalu) berbuat fasik. (QS. Al-Baqarah : 59)

Budaya menunjukkan, bahwa kata anjay adalah plesetan daripada kata -mohon maaf- anj*ng. Sebagaimana keterangan dari Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ( Badan Bahasa ) Bapak Endang Aminudin Aziz, “Hanya memang dari sisi kebijakan berbahasa ya kata itu memang kayanya tidak layak digunakan secara masif gitu oleh anak-anak. Apalagi yang belum mengerti. Apalagi kata anjay berasal dari kata anj*ng” (Dikutip dari TribunKaltim.co)

Sikap ini dari satu sisi; wallahua’lam, memiliki kesamaan dengan sikap kaum Yahudi yang diceritakan pada ayat di atas :

– Sama memelesetkan ungkapan untuk tujuan umpatan dan mencari pemakluman. Karena lebih terdengar tidak kasar.

Umpatan menggunakan kata anj*ng, dinilai terlalu kasar, sehingga sejumlah anak muda memelesetkannya dengan menggunakan kata “anjay”.

Nabi shalallahu alaihi wa sallam telah melarang kita menyerupai (tasayabbuh) sikapnya orang-orang Yahudi. Karena diantara bentuk tasyabbuh adalah, menyerupai perilaku mereka. Beliau shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Di hadis yang lain, beliau juga bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Musim)

Itulah sifat kaum Yahudi yang rendah dan kotor ucapannya.

Adapun orang mukmin, Nabi shalallahu alaihi wa sallam mensifati orang mukmin itu, bukan orang yang suka berkata kotor.

Beliau shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلا اللَّعَّانِ وَلا الْفَاحِشِ وَلا الْبَذِيءِ

“Seorang mukmin bukanlah orang yang sukamencela, melaknat, berperangai buruk, dan mengucapkan ucapan yang kotor.” (HR. Tirmidzi, dinilai Shahih oleh Syekh Albani)

Syekh Prof. Dr. Sa’ad bin Turki Al-Khotslan -hafidzohullah- menjelaskan hadis di atas,

فهذا يدل على أن هذه الصفات قد تقع من المؤمن، ولكنها تكثر منه، ولا تغلب عليه، ولا يجتمع كمال الإيمان وقوة الإيمان مع كثرة هذه الصفات

“Hadis ini menunjukkan bahwa sifat-sifat yang disebutkan mungkin terjadi pada diri seorang mukmin. Namun sifat-sifat tersebut hanya berpotensi membanyak kadarnya, tidak sampai mengalahkannya. Dan tidak mungkin berkumpul pada diri seorang mukmin, antara kesempurnaan dan kuatnya iman, dengan banyaknya kadar sifat-sifat tersebut.” (Sumber : https://saadalkhathlan.com/2251)

Wallahua’lam bis showab.

@Diselesaikan di : Pondok Pesantren Hamalatul Quran, Jogja tercinta, 20 Muharram 1442 H


Ditulis oleh : Ahmad Anshori (Pengasuh Thehumairo)

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here