Definisi Tetangga Di Dalam Islam
Bismillahirrahmanirrahim…
Di dalam Islam tetangga memiliki kedudukan yang sangat mulia. Haknya sangat besar atas kita. Bahkan Allah menyandingkan perintah berbuat baik kepada tetangga dengan perintah untuk menyembah dan mentauhidkanNya dan berbakti kepada kedua orangtua,
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. An-Nisa’ : 36)
Nabi shalallahu alaihi wasallam juga tegas mengingatkan umatnya soal tetangga, beliau sampai mengabarkan orang yang mengganggu tentangga tidak akan masuk surga,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Tak akan masuk surga, orang yang membuat tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari dan Muslim, hadis Abu Hurairah)
Saking seringnya malaikat Jibril mengingatkan Nabi tentang hak tentangga, sampai beliau berprasangka tentangga akan menjadi ahli waris,
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril terus berpesan kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga. Hingga aku mengira, tetangga akan menjadi ahli warisnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, hadis Aisyah)
Oleh karenanya, wajib bagi setiap muslim mengilmui apa definisi atau batasan tetangga yang dimaksud dalam perintah-perintah suci di atas. Ada sejumlah pendapat ulama mengenai batasan tetangga. Ada pendapat yang mengatakan :
1. Yang rumahnya nempel dengan dinding rumah kita.
2. Jama’ah sholat masjid yang sama dengan kita.
3. Warga yang tinggal satu kampung
5. Warga satu kota.
Berdasarkan firman Allah ta’ala,
لَّئِن لَّمۡ يَنتَهِ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡمُرۡجِفُونَ فِي ٱلۡمَدِينَةِ لَنُغۡرِيَنَّكَ بِهِمۡ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلَّا قَلِيلٗا
Sungguh, jika orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya, dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan engkau (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) kecuali sebentar. (QS. Al-Ahzab : 60)
Di ayat ini, Allah menyebutkan orang-orang munafik yang tinggal di kota Madinah sebagai tetangga.
- Baca juga : Arti dan Cara Menjawab Baarakallahu Fiik
6. Empat puluh rumah (40) dari setiap penjuru arah rumah kita.
7. Kembali kepada budaya / padangan umumnya masyarakat di tempat yang kita tinggali (‘Urf).
(Mughnil Muhtaj 4/95, Hasyiah Ibnu Abidin 2/259; kami kutip dari Islamqa dan Al-Inshaf 7/243)
Wallahua’lam dari rangkuman pendapat ulama tentang batasan tetangga di atas, pendapat yang paling tepat adalah, pendapat terakhir. Bahwa tetangga adalah siapa saja yang dianggap tetangga secara budaya daerah yang kita tinggali (urf).
Keterangan ini dikuatkan oleh Ibnu ‘Abidin rahimahullah,
والجار عرفا : الملاصق ، أو من يسكن في المحلة” انتهى
[والمحلة : المكان تنزله القبيلة وتقيم فيه، وهو أشبه بالحي الصغير].
“Tetangga dalam pandangan budaya adalah, rumah yang menempel, atau yang tinggal satu mahallah.” (Hasyiah Ibni Abidin 3/146, cet. Darul Kutub Ilmiyyah)
Mahallah adalah kampung. Jadi menurut budaya masyarakat di tempat Ibnu Abidin tinggal, tetangga adalah dimulai dari rumah yang paling dekat dengan kita sampai warga satu kampung.
Imam Al-Mardawi rahimahullah menerangkan,
وَقِيلَ : يُرْجَعُ فِيهِ إلَى الْعُرْفِ .
قُلْت : وَهُوَ الصَّوَابُ ، إنْ لَمْ يَصِحَّ الْحَدِيثُ
“Ada pendapat ulama yang menyatakan bahwa batasan tentangga dikembalikan kepada budaya.” Komentarku (Imam Al-Mardawi), “Inilah pendapat yang benar, jika memang hadis batasan tetangga tidak sahih.” (Al-Inshof 7/244)
Hadis yang dimaksud adalah hadis yang mengabarkan bahwa tentang adalah 40 rumah dari semua arah angin rumah kita. Hadis tersebut dinilai dhoif oleh para ulama hadis, diantaranya Syaikh Al Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil (6/100, cetakan Al-Maktab Al-islami). Andai hasis itu sahih, maka tidak perlu ada perdebatan dalam mendifinisikan tetangga. Namun ternyata tidak sahih, sehingga dikembalikan kepada Urf.
Sekian, wallahua’lam bis showab.
***
Ditulis di : Salatiga, 16 Jumada I 1443 H
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com