Bismillah…
Sepasang suami istri yang dulu beragama kafir, mendapat hidayah masuk Islam. Kemudian mereka dikarunia keturunan saat belum memeluk Islam. Lantas bagaimana status anak dan pernikahannya? Apakah perlu mengulang akad nikah?
Berikut ulasannya.
Pernikahan orang kafir yang dianggap sah oleh agama mereka, maka ketika pasangan suami istri masuk Islam secara bersamaan, pernikahan tersebut dihukumi sah pula oleh Islam. Sehingga tidak perlu mengulang akad nikah saat telah masuk Islam. Berlaku pada mereka segala dampak dari keabsahan pernikahan dalam Islam, seperti hak suami istri, nasab anak, hak warisan, menjadi wali nikah untuk anak perempuannya dll.
Dalil hal ini adalah sebagai berikut :
- Di zaman Nabi shallallahu’alaihi wasallam, banyak sahabat yang dulunya beragama musyrik, lalu masuk Islam. Namun Nabi shallallahu’alaihi wasallam tidak perintahkan mereka untuk mengulang akad nikah. Menunjukkan bahwa akad nikah mereka sah.
- Para ulama menerangkan bahwa kesimpulan ini sudah menjadi konsensus (ijma’) seluruh ulama. Sebagaimana nukilan dalam keterangan Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berikut ini,
أنكحة الكفار صحيحة, يقرون عليها إذا أسلموا أو تحاكموا إلينا, إذا كانت المرأة ممن يجوز ابتداء نكاحها في الحال, ولا ينظر إلى صفة عقدهم وكيفيته, ولا يعتبر له شروط أنكحة المسلمين, من الولي, والشهود, وصيغة الإيجاب والقبول, وأشباه ذلك. بلا خلاف بين المسلمين.
“Pernikahan orang kafir hukumnya sah, diakui saat mereka masuk Islam atau saat mengadukan hukum kepada kita (pemerintah muslim), selama sang wanita adalah orang yang memang boleh dinikahi (pent, bukan sepersusuan atau sedarah). Tidak perlu diselidiki bagaimana cara akad mereka, tidak juga berlaku persyaratan nikah secara Islam, seperti wali, saksi-saksi, lafal ijab dan qobul dan lain sebagainya, tak ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini.”
Kemudian beliau rahimahullah menukil penjelasan Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah,
قال ابن عبد البر: أجمع العلماء على أن الزوجين إذا أسلما معاً, في حال واحدة, أن لهما المقام على نكاحهما , ما لم يكن بينهما نسب ولا رضاع وقد أسلم خلق في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم وأسلم نساؤهم, وأقروا على أنكحتهم, ولم يسألهم رسول الله صلى الله عليه وسلم عن شروط النكاح, ولا كيفيته, وهذا أمر علم بالتواتر والضرورة, فكان يقيناً
“Ibnu Abdil Bar menjelaskan, “Para ulama sepakat bahwa pasangan suami istri jika masuk Islam bersamaan, pernikahan mereka dihukumi sah selama antara keduanya tidak ada hubungn nasab atau persusuan. Dahulu di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, amat banyak orang masuk Islam dan diikuti oleh pasangan mereka, dan Rasul shallallahu’alaihi wasallam mengakui pernikahan mereka. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak menanyakan dahulu saat nikah syarat-syarat nikah Islam apakah sudah terpenuhi, tidak juga menanyakan caranya. Hal seperti ini bahkan sudah menjadi kabar yang derajatnya mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang sampai keadaan tidak mungkin terjadi kebohongan berita) dan lumrah diketahui oleh banyak orang. Sehingga bisa dikatakan yakin demikian.” (Al-Mughni 7/115, dikutip dari Islamqa)
Kesimpulannya adalah, pernikahan saat masih kafir dihukumi sah. Kemudian status anak adalah anak biologis dan syar’i untuk ayahnya. Sehingga mereka berhak menasabkan diri kepada ayahnya dan sang ayah bisa menjadi wali nikah putrinya.
Semoga dapat mencerahkan.
Wallahua’lam bis shawab.
Yogyakarta, Hamalatul Quran, 29 Rabiul Awal 1441 H
Baca Juga:
Ditulis oleh : Ahmad Anshori
Artikel : TheHumairo.com
[…] Baca Juga: Anak Hasil Nikah Saat Masih Kafir […]
[…] mengharamkan riba, kemudian Allah menghalalkan jual beli. Mengharamkan zina kemudian Allah halalkan nikah. Mengharamkan memeriahkan perayaan orang kafir, lalu Allah halalkan untuk kita dua hari raya besar, […]