Bismillah.

Bagi laki-laki, sholat fardhu berjamaah di masjid, hukumnya wajib. Mengingat ibadah ini adalah kewajiban, maka seorang tidak boleh meninggalkannya kecuali karena beruzur.

Nah, apakah Sakit menular tergolong uzur yang syar’i?

Kita bisa mengetahui hukumnya melalui kajian terhadap hadis dari sahabat Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma berikut,

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا ، أَوْ قَالَ : فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا ، وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ

“Siapa yang makan bawang putih atau bawang merah, hendaklah ia menjauh kami.” Atau beliau berkata, “Hendaknya dia menjauh dari masjid kami dan berdiam di rumahnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Melalui hadis ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa :

– hukumnya makruh bagi orang yang baru saja makan bawang (putih/merah)  menghadiri sholat jama’ah di Masjid.

– Sebagian yang lain : menyatakan haram.

Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah,

ولو أكله – يعني الثوم – ، ثم دخل المسجد كُره له ذلكَ . وظاهر كلامِ أحمد : أنه يحرمُ ، فإنه قال – في رواية إسماعيل بن سعيد – : إن أكل وحضر المسجدَ أثمَ

Jika seorang makan bawang, kemudian masuk masjid, dia dimakruhkan memasuki masjid. Adapun yang tampak dari pernyataan Imam Ahmad, bahwa hukum orang yang demikian adalah haram. Beliau mengatakan -sebagaimana riwayat dari Ismail bin Sa’id-, “Jika seorang makan bawang kemudian sengaja hadir di masjid, maka dia berdosa.” (Fathul Bari 5/288, karya Ibnu Rajab)

Pendapat yang Kuat

Pendapat yang tepat –wal’ilmu indallah– adalah menghadiri sholat jama’ah setelah makan bawang atau makanan beraroma tak sedap lainnya,
hukumnya makruh. Pendapat dikuatkan oleh Syekh Ibnu Baz rahimahullah.
(Lihat penjelasan beliau di sini :
binbaz.org.sa/audios/2450/535-من-باب-نهي-من-اكل-ثوما-او-بصلا-او-كراثا-او-غيره-مما-له-راىحة-كريهة-عن-دخول-المسجد)

Mengidap penyakit menular, boleh tidak sholat jama'ah
Ilustrasi : masker membantu pencegahan penularan wabah virus. Dianjurkan bagi yang mengalami sakit.

Bagaimana dengan Penyakit Menular?

Hadis di atas hanya menyebutkan aroma tak sedap dari bawang. Namun ini bisa dianalogikan (qiyas) pada hal-hal yang menggangu lainnya, seperti bau rokok, bau badan dll. Bahkan para ulama menggolongkan pengganggu yang bersifat sikis termasuk yang bisa dianalogikan, seperti orang yang biasa bicara menyakitkan, berperangai jahat, sombong dll. Sebagai bentuk sanksi sosial kepada mereka.

Dalam kitab At-Tamhid Ibnu Abdil Bar
M,rrarr

وإذا كانت العلة في إخراجه من المسجد أنه يُتأذى به ، ففي القياس : أن كل ما يتأذى به جيرانه في المسجد بأن يكون ذرب (سليط) اللسان ، سفيهاً عليهم في المسجد ، مستطيلاً ، أو كان ذا ريحة قبيحة لسوء صناعته ، أو عاهة مؤذية كالجذام وشبهه وكل ما يتأذى به الناس إذا وجد في أحد جيران المسجد وأرادوا إخراجه عن المسجد وإبعاده عنه كان ذلك لهم ، ما كانت العلة موجودة فيه حتى تزول ، فإذا زالت كان له مراجعة المسجد

“Bila sebab (‘illah) mengeluarkannya dari masjid adalah, dapat mengganggu orang lain, maka sebab ini bisa diqiyaskan pada segala hal yang dapat mengganggu orang di sekitarnya di masjid. Misalnya ucapannya kasar, berbuat onar di masjid, angkuh, memiliki aroma tak sedap, mengidap penyakit yang berbahaya seperti kusta atau semacamnya, dan apa saja yang dapat mengganggu orang lain di sekitarnya dalam masjid. Jika para jama’ah ingin mengeluarkannya, mereka berhak untuk itu, selama sebab itu ada, sampai sebab itu hilang. Jika sebabnya telah tiada, maka dia dapat hadir kembali ke masjid.” (At-Tamhid, 6/422-423)

Ini menunjukkan, segala hal yang dapat menggangu jama’ah sholat seyogyanya dihindarkan. Apapun bentuknya. Termasuk di dalamnya, penyakit menular.

Dua Uzur

Bahkan, orang yang berpenyakit menular, memiliki dua uzur :

Pertama, dia sakit.

Yang mana ini bahaya yang ia alami dalam dirinya sendiri.

Kedua, dapat menular.

Ini bahaya yang dapat menimpa orang lain.

Nabi telah melarang orang yang sakit untuk berbaur dengan yang sehat,

لا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

“Orang yang sakit janganlah membaur dengan yang sehat.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Saat ditanya pertanyaan serupa, Syaikh Dr. Sulaiman bin Wa-il At Tuwaijiri (dosen di Universitas Ummul Quro, Makkah) menjawab,

من الأعذار المسقطة للجماعة والجمعة : المرض إذا كان هذا المرض يتأخر برؤه أو كان يزداد . ومن ذلك أيضاً إذا كان من المعدي الذي يتعدى ضرره إلى الآخرين، فهذا الإنسان معذور بهذا العذر فلا تجب عليه صلاة الجماعة باعتبار المرض وباعتبار العدوى ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى من أكل ثوماً أو بصلاً أن يأتي للمسجد ؛ لئلا يؤذي الناس برائحته ، وهذا -فيما يظهر- أشد ضرراً ممن يأكل شيئاً له رائحة كريهة ، والله أعلم ، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه”

Termasuk uzur yang dapat menggugurkan kewajiban shalat berjamaah dan Jumat, adalah sakit yang jika dia tetap berjamaah kesembuhannya melambat atau justeru menambah parah. Demikian juga sakit menular yang dapat membahayakan orang lain. Maka orang yang seperti ini mendapatkan dispensasi tidak wajib shalat berjamaah, karena (1) dia sakit dan (2) penyakitnya dapat menular. Nabi telah melarang orang yang makan bawang putih atau bawang merah untuk masuk masjid. Agar tidak mengganggu orang lain dengan baunya. Sedangkan penyakit menular, tampaknya lebih berbahaya dibanding memakan makanan yang berbau tidak sedap. Wallahu a’lam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabat-sahabat Beliau.” (Dikutip dari islamtoday.net)

Sehingga ketidakhadirannya di masjid, dalam rangka mewujudkan maslahat, berupa kesembuhannya, serta mencegah bahaya (mudhorot) berupa menularnya penyakit kepada orang lain. Sebuah prinsip yang telah menjadi tujuan segala hukum dalam syari’at Islam (Maqosid As-Syari’ah).

Wallahua’lam bis showab.

Semoga bermanfaat….

Baca Juga: 


Ditulis oleh : Ahmad Anshori

Artikel : TheHumairo.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here